Indonesia digegerkan dengan adanya temuan dugaan paparan radioaktif Cesium-137 (Cs-137) di dua lokasi berbeda, yaitu Cikande, Banten dan Surabaya, Jawa Timur. Temuan ini bermula dari penolakan produk udang beku Indonesia oleh Amerika Serikat karena terdeteksi kandungan radiasi. Investigasi mendalam pun dilakukan untuk menelusuri sumber dan dampak dari paparan zat radioaktif ini. Pemerintah bergerak cepat dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), hingga kepolisian untuk menangani kasus ini secara serius. Tujuan utama adalah untuk mengendalikan potensi bahaya radiasi dan memberikan kepastian keamanan bagi masyarakat. Lalu, bagaimana kronologi lengkapnya dan apa langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk mengatasi situasi ini?
Kronologi Penemuan Cesium-137 di Cikande dan Surabaya
Kasus ini bermula ketika produk udang beku Indonesia ditolak masuk ke Amerika Serikat oleh Food and Drug Administration (FDA) dan Bea Cukai AS pada Agustus 2025. Setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan adanya kandungan radiasi pada kontainer udang tersebut. Investigasi lebih lanjut mengarah pada Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten. Di lokasi ini, tim gabungan menemukan material yang positif mengandung Cesium-137 (Cs-137) di tempat pengumpulan logam bekas.
Tidak hanya di Cikande, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) juga menemukan adanya indikasi cemaran radioaktif di lokasi pabrik milik perusahaan eksportir cengkeh di Surabaya, Jawa Timur. Hal ini semakin menambah kekhawatiran akan potensi penyebaran paparan radioaktif di berbagai wilayah.
Respons Pemerintah Terhadap Dugaan Paparan Radioaktif
Pemerintah Indonesia merespons cepat temuan ini dengan membentuk tim gabungan yang terdiri dari berbagai instansi terkait. Tim ini bertugas untuk melakukan investigasi mendalam, mengidentifikasi sumber pencemaran, dan melakukan upaya dekontaminasi untuk meminimalkan risiko paparan radiasi terhadap masyarakat dan lingkungan.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menjelaskan bahwa sumber pencemaran radioaktif Cesium-137 berasal dari 'sumber pasif'. Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak panik karena pemerintah telah membatasi akses masuk ke kawasan yang terkontaminasi. Pemerintah juga menetapkan status kejadian khusus cemaran radiasi untuk kasus di Cikande, Banten.
Upaya Dekontaminasi dan Pengawasan di Lokasi Terpapar
Setelah penetapan status kejadian khusus, pemerintah meningkatkan pengawasan di Kawasan Industri Modern Cikande. Akses keluar masuk kendaraan dan barang diawasi ketat oleh tim gabungan yang terdiri dari Brimob, Bapeten, BRIN, hingga Kementerian Lingkungan Hidup. Lokasi yang terpapar dipasangi garis polisi dan papan larangan melintas untuk mencegah masyarakat masuk ke area berbahaya.
Setiap kendaraan yang keluar masuk diperiksa menggunakan Radiation Portal Monitoring (RPM). Jika terdeteksi paparan radiasi, kendaraan tersebut akan didekontaminasi terlebih dahulu sebelum diizinkan melanjutkan perjalanan. Tim khusus juga menemukan 10 titik cemaran Cesium 137 dengan kekuatan yang berbeda-beda di sekitar Kawasan Industri Modern Cikande. Sejauh ini, dua lokasi telah selesai didekontaminasi.
Hasil Investigasi di Surabaya dan Jaminan Keamanan Produk Cengkeh
Berbeda dengan temuan di Cikande, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa tingkat radiasi di pabrik pengolah cengkeh PT NJS di Jawa Timur berada dalam kondisi normal. Laporan dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) menunjukkan tingkat radiasi di lokasi pabrik berkisar 0,04-0,07 mikrosievert, angka yang dinilai berasal dari radiasi alam.
Meski demikian, pemerintah tetap menunggu hasil pemeriksaan terhadap barang re-impor yang dikembalikan dari AS. Hal ini dilakukan untuk memastikan keamanan produk cengkeh dan mencegah potensi paparan radiasi yang tidak diinginkan. Pemerintah berupaya memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk-produk yang beredar di pasaran aman dari kontaminasi radioaktif.