Polemik kandungan etanol dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina menjadi sorotan setelah beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta membatalkan rencana pembelian base fuel dari perusahaan pelat merah tersebut. Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando Hadityo Ganinduto, memberikan pembelaan terhadap Pertamina. Ia menegaskan bahwa kandungan etanol dalam BBM Pertamina telah sesuai dengan regulasi yang berlaku. Pernyataan ini muncul di tengah kekhawatiran dan perbedaan pendapat mengenai spesifikasi dan kualitas bahan bakar yang ditawarkan oleh Pertamina. Kandungan etanol yang dipermasalahkan oleh SPBU swasta tersebut sebenarnya masih jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai alasan sebenarnya di balik pembatalan kerja sama tersebut, apakah murni karena masalah teknis atau ada faktor lain yang memengaruhi keputusan tersebut.
Kandungan Etanol BBM Pertamina Sesuai Regulasi
Firnando Hadityo Ganinduto menekankan bahwa Pertamina telah mengikuti aturan yang ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan campuran etanol dalam BBM. Menurutnya, kandungan etanol sebesar 3,5 persen dalam base fuel Pertamina tidak melanggar regulasi apapun. Bahkan, ia menambahkan bahwa langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dan mendorong penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan. Kandungan etanol dalam BBM menjadi salah satu cara untuk meningkatkan oktan bahan bakar sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Pemerintah menargetkan peningkatan penggunaan biofuel secara bertahap untuk mencapai target pengurangan emisi.
Respons Anggota DPR Terhadap Polemik BBM dan Etanol
Sebagai anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi perindustrian, investasi, dan persaingan usaha, Firnando Hadityo Ganinduto merasa perlu memberikan penjelasan terkait polemik yang terjadi antara Pertamina dan SPBU swasta. Ia melihat bahwa perbedaan pandangan ini lebih disebabkan oleh masalah teknis spesifikasi bahan bakar, bukan pada kualitas bahan bakar itu sendiri. Ia mendorong agar Pertamina dan SPBU swasta dapat duduk bersama untuk memperjelas definisi base fuel dan spesifikasi yang dibutuhkan agar kerja sama dapat berjalan lancar dan harmonis. Anggota dewan ini juga memberikan apresiasi terhadap komitmen Pertamina dalam menjaga mutu bahan bakar sekaligus memberikan fleksibilitas bagi mitra bisnisnya.
Pembatalan Pembelian Base Fuel oleh SPBU Swasta: Apa Alasannya?
Sebelumnya, Vivo dan BP-AKR, dua perusahaan SPBU swasta, membatalkan rencana pembelian base fuel dari Pertamina. Alasan utama yang dikemukakan adalah adanya kandungan etanol sebesar 3,5 persen dalam base fuel tersebut. Padahal, secara regulasi, kandungan etanol hingga 20 persen masih diperbolehkan. Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengungkapkan bahwa pembatalan ini cukup mengejutkan karena sebelumnya kedua perusahaan tersebut telah sepakat untuk memasok base fuel dari Pertamina. Pembatalan ini menimbulkan pertanyaan mengenai standar kualitas dan spesifikasi yang diinginkan oleh SPBU swasta, serta kemampuan Pertamina untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Vivo menyatakan bahwa pembatalan dilakukan karena ada beberapa hal teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Pertamina, namun mereka tetap membuka peluang kerja sama di masa depan.
Penjelasan BP-AKR dan Shell Terkait Pasokan BBM
Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura, menjelaskan bahwa pihaknya belum bisa membeli base fuel Pertamina karena alasan compliance dan spesifikasi. Salah satu syarat yang diajukan adalah dokumen Certificate of Origin untuk memastikan produk tidak berasal dari negara yang terkena embargo internasional. Selain itu, kandungan etanol 3,5 persen juga menjadi pertimbangan. Sementara itu, Shell Indonesia menyatakan masih melakukan koordinasi internal terkait dengan pasokan BBM dari Pertamina. Mereka mengapresiasi kesediaan Pertamina menyediakan produk dalam bentuk base fuel dan menyatakan bahwa pembahasan business to business (B2B) masih berlangsung sesuai anjuran pemerintah. Ketidakpastian ini menunjukkan bahwa masih ada perbedaan standar dan persyaratan yang perlu diselaraskan antara Pertamina dan SPBU swasta untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.