Meskipun seruan gencatan senjata dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah disampaikan, pasukan Israel terus melancarkan serangan udara dan artileri yang intensif di Kota Gaza pada hari Sabtu (4/10/2025). Serangan ini terjadi setelah Hamas menyatakan kesiapannya untuk menerima kesepakatan gencatan senjata yang diajukan oleh Trump, namun dengan beberapa persyaratan terkait negosiasi detail dan hak untuk menentukan masa depan wilayah Palestina. Situasi ini semakin memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza, dengan laporan mengenai puluhan rumah hancur dan banyaknya korban jiwa, termasuk anak-anak. Badan pertahanan sipil Gaza menggambarkan malam itu sebagai "malam yang sangat keras", sementara rumah sakit-rumah sakit kewalahan menerima para korban luka-luka dan jenazah. Dunia internasional kini menanti perkembangan lebih lanjut, terutama bagaimana mediasi yang diupayakan oleh berbagai pihak dapat meredakan ketegangan dan menghentikan siklus kekerasan yang terus berlanjut.
Intensifikasi Serangan Israel di Gaza
Serangan yang dilakukan oleh pasukan Israel di Kota Gaza dan wilayah lain di Jalur Gaza semakin intensif pada hari Sabtu. Puluhan serangan udara dan tembakan artileri dilaporkan menghantam berbagai target, menyebabkan kerusakan signifikan pada infrastruktur dan bangunan tempat tinggal. Juru bicara pertahanan sipil Gaza, Mahmud Bassal, mengungkapkan bahwa setidaknya 20 rumah hancur akibat gempuran tersebut. Intensifikasi serangan ini menimbulkan kekhawatiran mendalam mengenai keselamatan warga sipil dan potensi terjadinya krisis kemanusiaan yang lebih besar. Upaya bantuan kemanusiaan juga terhambat akibat situasi keamanan yang memburuk. Keadaan ini membuat penduduk Gaza semakin rentan dan membutuhkan perlindungan serta bantuan segera.
Dampak Serangan Terhadap Warga Sipil
Serangan yang terus berlanjut telah menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi warga sipil di Gaza. Rumah Sakit Baptis Kota Gaza melaporkan menerima sejumlah besar korban, termasuk empat orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka akibat serangan terhadap sebuah rumah di kawasan Tuffah. Di Khan Yunis, Rumah Sakit Nasser mengkonfirmasi kematian dua anak dan delapan orang luka-luka akibat serangan drone terhadap sebuah tenda di kamp pengungsian warga Gaza. Peristiwa ini menyoroti dampak mengerikan dari konflik terhadap anak-anak dan warga sipil tak berdosa lainnya. Kebutuhan mendesak akan perlindungan dan bantuan medis menjadi semakin kritikal seiring dengan meningkatnya jumlah korban jiwa dan luka-luka.
Rencana Perdamaian Trump dan Respon Hamas
Presiden Trump telah mengajukan rencana perdamaian untuk Gaza yang mencakup gencatan senjata, pembebasan sandera dalam waktu 72 jam, perlucutan senjata Hamas, dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Gaza. Rencana ini awalnya didukung oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Namun, Hamas menyatakan kesiapannya untuk membebaskan para sandera yang ditahan di Gaza berdasarkan rencana Trump, tetapi menginginkan negosiasi lebih lanjut mengenai detail implementasi dan hak untuk menentukan masa depan wilayah Palestina. Sikap Hamas ini menunjukkan adanya kerumitan dalam mencapai kesepakatan damai yang komprehensif dan berkelanjutan. Negosiasi yang konstruktif dan inklusif menjadi kunci untuk mengatasi perbedaan dan mencapai solusi yang adil bagi semua pihak.
Kegagalan Gencatan Senjata dan Kelanjutan Konflik
Meskipun ada seruan gencatan senjata dari Presiden Trump dan kesediaan awal dari Hamas untuk menerima rencana perdamaian, kenyataannya di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Serangan Israel terus berlanjut, mengindikasikan bahwa kesepakatan gencatan senjata belum tercapai atau tidak diindahkan. Kegagalan mencapai gencatan senjata yang efektif menyebabkan konflik terus berlarut-larut dan menimbulkan lebih banyak korban jiwa serta kerusakan. Situasi ini menyoroti perlunya upaya mediasi yang lebih intensif dan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk menghentikan kekerasan dan mencari solusi damai.