Tragedi bullying kembali mencoreng dunia pendidikan. Seorang siswa kelas VII SMP Negeri 1 Geyer, Grobogan, Jawa Tengah, bernama Angga Bagus Perwira, menjadi korban kekerasan teman-temannya hingga meregang nyawa. Peristiwa pilu ini terjadi di lingkungan sekolah, tepatnya di ruang kelas, pada hari Sabtu, 11 Oktober 2025. Hasil otopsi menunjukkan adanya penggumpalan darah di kepala Angga, yang diduga kuat akibat pukulan benda tumpul. Kasus ini langsung ditangani oleh Polres Grobogan dan memicu keprihatinan mendalam tentang pengawasan terhadap siswa di sekolah. Ketiadaan guru saat kejadian menjadi sorotan utama, menimbulkan pertanyaan besar tentang tanggung jawab pihak sekolah dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif bagi seluruh siswa. Insiden ini menjadi pengingat pahit tentang bahaya bullying dan pentingnya upaya pencegahan yang lebih serius di lingkungan sekolah.
Kronologi Kejadian Bullying di SMP Geyer
Menurut saksi mata, APR, teman sekelas korban, kejadian bermula saat jam pelajaran baru dimulai dan guru belum hadir di kelas. Angga diejek oleh beberapa teman sekelasnya, yang kemudian memicu perkelahian. Kepala Angga dipukuli dalam perkelahian tersebut, namun situasi mereda setelahnya. Akan tetapi, kejadian tersebut menjadi awal dari rangkaian peristiwa tragis yang menimpa Angga. Sekitar pukul 11.00 WIB, Angga kembali dikerubungi oleh teman-temannya dan dipaksa untuk berduel dengan siswa lain berinisial AD. Dalam perkelahian kedua ini, Angga mengalami penganiayaan yang lebih parah hingga mengalami kejang-kejang dan akhirnya kehilangan kesadaran. Ironisnya, seluruh insiden kekerasan ini terjadi saat jam pelajaran sedang berlangsung, namun tanpa adanya pengawasan dari guru. Fakta ini semakin memperburuk situasi dan menimbulkan pertanyaan besar tentang sistem pengawasan di sekolah tersebut.
Tidak Ada Guru Saat Kejadian
Ketiadaan guru di kelas saat terjadinya dua insiden perkelahian tersebut menjadi poin penting dalam penyelidikan kasus ini. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya kelalaian dari pihak sekolah dalam mengawasi siswa. Ketidakhadiran guru memberikan kesempatan bagi pelaku bullying untuk melancarkan aksinya tanpa adanya pencegahan atau intervensi dari pihak yang berwenang. Kondisi ini menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi siswa dan membuka peluang terjadinya tindakan kekerasan. Pihak kepolisian akan mendalami lebih lanjut mengenai alasan ketidakhadiran guru di kelas saat kejadian, serta apakah ada prosedur standar yang dilanggar oleh pihak sekolah. Investigasi ini bertujuan untuk mengungkap fakta sebenarnya dan menentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kejadian tragis ini.
Angga Sempat Mendapat Pertolongan
Setelah mengalami kejang-kejang akibat pukulan di kepala, Angga sempat mendapatkan pertolongan dari teman-temannya. Ia dibawa ke Unit Kesehatan Sekolah (UKS) untuk mendapatkan perawatan medis. Namun, sayangnya, nyawa Angga tidak dapat diselamatkan. Ia dinyatakan meninggal dunia di sekolah sekitar pukul 11.00 WIB. Kabar duka ini sontak membuat keluarga, teman-teman, dan pihak sekolah merasa terpukul dan berduka cita mendalam. Paman korban, Suwarlan, mengungkapkan bahwa pihak keluarga mendapatkan informasi bahwa Angga meninggal dunia setelah dikeroyok oleh teman-temannya. Keterangan ini semakin memperkuat dugaan adanya tindakan bullying yang menyebabkan kematian Angga. Jenazah Angga kemudian dibawa ke RSUD dr R. Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi, untuk dilakukan otopsi.
Hasil Otopsi Mengungkap Fakta
Tim Biddokkes Polda Jateng melakukan otopsi terhadap jenazah Angga pada Sabtu (11/10/2025) malam. Hasil otopsi menunjukkan adanya penggumpalan darah di kepala Angga. Temuan ini mengindikasikan bahwa penyebab utama kematian Angga adalah akibat pukulan keras di kepala. Pukulan tersebut menyebabkan pembuluh darah di kepala pecah dan mengakibatkan penggumpalan darah yang berujung pada kematian. Fakta ini semakin memperkuat dugaan bahwa Angga meninggal dunia akibat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh teman-temannya. Setelah proses otopsi selesai, jenazah Angga dipulangkan ke rumah duka pada malam hari dan dimakamkan keesokan harinya di pemakaman umum Desa Ledokdawan.
Proses Hukum Kasus Bullying di Grobogan
Kasus meninggalnya Angga akibat bullying ini menjadi perhatian serius dari pihak kepolisian. Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Rizky Ari Budianto, mengatakan bahwa pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk teman-teman sekelas dan guru-guru di sekolah tersebut. Proses pemeriksaan ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kronologi kejadian, serta untuk mengidentifikasi pelaku bullying dan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kejadian tragis ini. Polisi fokus mendalami unsur penganiayaan dalam kasus ini, serta kemungkinan adanya kelalaian pengawasan dari pihak sekolah. Penyelidikan yang mendalam dan menyeluruh diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi korban.
Polisi Fokus pada Penganiayaan dan Kelalaian
Penyelidikan yang dilakukan oleh Polres Grobogan difokuskan pada dua aspek utama, yaitu unsur penganiayaan dan kelalaian pengawasan. Polisi akan berupaya untuk membuktikan adanya tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku bullying terhadap korban. Selain itu, polisi juga akan menyelidiki apakah ada kelalaian dari pihak sekolah dalam mengawasi siswa, sehingga memungkinkan terjadinya tindakan bullying di lingkungan sekolah. Jika terbukti adanya unsur penganiayaan dan kelalaian, maka pelaku dan pihak-pihak yang bertanggung jawab akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku bullying dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.