Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan pada perdagangan hari ini, Selasa (14 Oktober 2025), menutup sesi dengan penurunan sebesar 1,95% atau 160,68 poin, berada di level 8.066,52. Bahkan, sempat menyentuh penurunan lebih dari 3%, menembus level psikologis 8.000. Sentimen negatif ini didominasi oleh aksi jual yang masif, di mana mayoritas saham, sejumlah 614 emiten, berada di zona merah, berbanding jauh dengan hanya 144 saham yang mampu bertahan di zona hijau, sementara 198 saham lainnya stagnan.
Ramainya aktivitas perdagangan terlihat dari nilai transaksi yang mencapai Rp 31,76 triliun, melibatkan 46,79 miliar saham yang berpindah tangan dalam 3,22 juta kali transaksi. Akibatnya, kapitalisasi pasar pun ikut tergerus, merosot menjadi Rp 15.179 triliun. Pergerakan IHSG hari ini mencerminkan adanya kekhawatiran investor terhadap berbagai faktor, baik dari dalam maupun luar negeri. Sektor-sektor unggulan pun turut merasakan dampaknya, dengan hanya dua sektor yang mampu mencatatkan penguatan, yaitu kesehatan dan properti. Sementara itu, sektor utilitas memimpin pelemahan, diikuti oleh sektor bahan baku, konsumer primer, dan finansial.
Sektor Saham yang Tertekan dan Pemicu Utama Penurunan IHSG
Dari keseluruhan sektor, hanya sektor kesehatan yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 0,87% dan sektor properti sebesar 1,07%. Sektor utilitas mengalami penurunan paling dalam sebesar 4,04%, diikuti oleh sektor bahan baku (-2,55%), konsumer primer (-2,41%), dan finansial (-2,19%). Pelemahan ini menjadi indikasi adanya pergeseran fokus investasi dari sektor-sektor yang sebelumnya menjadi andalan.
Penurunan IHSG dipicu oleh beberapa faktor, termasuk aksi profit taking setelah kenaikan yang terjadi pada akhir pekan sebelumnya. Indikator Relative Strength Index (RSI) juga menunjukkan bahwa IHSG sudah berada di area overbought, sehingga memicu aksi koreksi teknikal. Selain itu, sentimen negatif juga datang dari eksternal, terutama terkait dengan isu perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Saham Prajogo Pangestu Jadi Beban Utama
Pada saat IHSG anjlok 3%, saham-saham dari emiten yang terafiliasi dengan Prajogo Pangestu menjadi pemberat utama. Saham-saham seperti Barito Pacific (BRPT), Barito Renewables Energy (BREN), Chandra Asri Pacific (TPIA), Petrindo Jaya Kreasi (CUAN), dan Chandra Daya Investasi (CDIA) secara kolektif menyeret IHSG turun sebesar -56 indeks poin. Meskipun demikian, aksi beli pada harga bawah kemudian mampu memangkas koreksi IHSG menjadi 1,1%. Pergerakan saham-saham ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap sentimen yang berkaitan dengan perusahaan-perusahaan besar.
Performa Saham Perbankan Ikut Memerah
Setelah saham-saham Prajogo, giliran saham-saham perbankan yang menyusul koreksi hingga penutupan perdagangan. Saham-saham seperti BRI (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), BCA (BBCA), dan BNI (BBNI) masing-masing mengalami penurunan sebesar 3,01%, 3,31%, 1,02%, dan 2,56%. BBRI, BMRI, dan BBNI secara bersamaan menyumbang -35,81 indeks poin terhadap penurunan IHSG. Hal ini mengindikasikan adanya tekanan jual yang signifikan pada sektor perbankan, yang merupakan salah satu sektor dengan bobot terbesar di IHSG.
Analisis Pasar dan Sentimen Global yang Mempengaruhi IHSG
Menurut VP Marketing Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, koreksi IHSG hari ini didorong oleh aksi profit taking. Kenaikan IHSG pada akhir pekan lalu dinilai tidak didukung oleh penguatan volume transaksi dan indikator RSI menunjukkan IHSG sudah di posisi overbought, sehingga wajar terjadi koreksi teknikal. Selain itu, IHSG juga tertekan oleh pergeseran penempatan investasi ke aset safe haven.
Dampak Kenaikan Harga Emas Sebagai Aset Safe Haven
Kenaikan harga komoditas safe haven, seperti emas, yang mencatatkan kenaikan signifikan dan menyentuh rekor tertinggi baru di atas level $4.100, menunjukkan bahwa investor cenderung mencari aset yang lebih stabil di tengah ketidakpastian ekonomi global. Sentimen ini semakin diperkuat oleh ketidakpastian ekonomi global yang meningkat setelah Presiden AS Donald Trump mewacanakan pengenaan tarif baru 100% ke Tiongkok untuk produk rare earth.
Ketegangan Perdagangan AS-China Membebani Pasar
Investor merespons wacana pengenaan tarif baru oleh Trump sebagai sentimen negatif ke pasar di tengah masa gencatan tarif. Sejalan dengan hal tersebut, Senior Technical Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, mengatakan bahwa penurunan harga saham konglomerat mengindikasikan adanya aksi profit taking yang dilakukan para pelaku pasar untuk mengalihkan asetnya ke instrumen safe haven seperti emas, karena ketidakpastian masih kuat.
Sebagaimana diketahui, pernyataan Trump membuat volatilitas pasar kembali meningkat. Pekan lalu, Wall Street kehilangan nilai kapitalisasi lebih dari Rp33.000 triliun dalam 24 jam. Pemerintah China pun menegaskan kesiapannya untuk "bertarung sampai akhir" jika Washington memaksa konfrontasi ekonomi terus berlanjut. Meskipun Trump mencoba menenangkan situasi, pasar tetap menilai bahwa hubungan perdagangan antara kedua negara raksasa ekonomi tersebut memasuki fase yang paling tegang sejak perang dagang pertama kali meletus pada 2018.