Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) Tomsi Tohir menyampaikan kritik keras terhadap sejumlah daerah yang dianggap kurang serius dalam upaya pengendalian inflasi. Menurutnya, beberapa daerah terkesan hanya pasrah dan mengharapkan bantuan tanpa mengambil langkah nyata untuk menstabilkan harga. Kritik ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, yang bertujuan untuk mencari solusi konkret dalam menekan laju inflasi di berbagai wilayah Indonesia. Hal ini menjadi perhatian serius karena inflasi yang tinggi dapat berdampak langsung pada daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi daerah.
Tomsi Tohir menekankan bahwa pemerintah daerah memiliki peran krusial dalam menjaga stabilitas harga. Ia menyoroti bahwa beberapa daerah dengan tingkat inflasi tinggi justru berada di wilayah yang relatif mudah dalam hal distribusi barang. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas pengawasan dan tindakan yang diambil oleh kepala daerah dalam merespons kenaikan harga. Pernyataan keras ini diharapkan dapat memacu pemerintah daerah untuk lebih proaktif dan inovatif dalam mengendalikan inflasi di wilayah masing-masing.
Daerah yang Mengandalkan 'Anugerah Tuhan' dalam Pengendalian Inflasi
Sekjen Kemendagri secara tegas menyatakan kekecewaannya terhadap daerah-daerah yang minim upaya konkret dalam menekan inflasi. Ia menyebutkan bahwa dari data yang dikumpulkan Kemendagri, masih ada kabupaten/kota yang hanya berharap pada bantuan tanpa melakukan tindakan proaktif. Padahal, inflasi yang tinggi akan sangat dirasakan dampaknya oleh masyarakat, terutama dalam hal daya beli dan pemenuhan kebutuhan pokok. Sikap pasrah seperti ini dinilai tidak sejalan dengan semangat untuk membangun daerah yang mandiri dan sejahtera. Pemerintah daerah seharusnya berperan aktif dalam mencari solusi dan mengambil langkah-langkah strategis untuk menstabilkan harga.
Daftar Provinsi dengan Inflasi Tertinggi
Baca Juga
Dalam paparannya, Tomsi Tohir menyebutkan sejumlah provinsi yang mencatat tingkat inflasi tertinggi. Sumatra Utara memimpin dengan inflasi sebesar 5,32%, diikuti oleh Riau (5,08%), Aceh (4,45%), Sumatra Barat (4,22%), Sulawesi Tengah (3,88%), Jambi (3,77%), Sulawesi Tenggara (3,68%), dan Papua Pegunungan (3,55%). Ia meminta perhatian khusus dari para gubernur di 10 provinsi dengan inflasi tertinggi untuk segera mengambil tindakan korektif. Inflasi setinggi itu pasti akan terasa dampaknya pada perubahan harga kebutuhan pokok masyarakat.
Contoh Lemahnya Pengawasan di Tingkat Daerah
Tomsi Tohir memberikan contoh konkret mengenai lemahnya pengawasan di tingkat daerah dengan menunjuk Kabupaten Deli Serdang yang mencatat inflasi 6,81% dan Kota Pematang Siantar sebesar 5,84%. Ia menilai bahwa angka inflasi tersebut seharusnya menjadi perhatian serius bagi kepala daerah. Seharusnya, kepala daerah lebih responsif dan turun langsung ke lapangan, terutama ke pasar-pasar tradisional, untuk memantau harga dan mencari solusi atas permasalahan yang ada. Tingginya angka inflasi di kedua daerah tersebut menjadi indikasi kurang optimalnya upaya pengendalian harga yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat.
Perbandingan dengan Daerah yang Lebih Sulit Distribusi
Sekjen Kemendagri membandingkan situasi di daerah-daerah dengan inflasi tinggi dengan Papua Pegunungan yang memiliki tantangan geografis dan logistik yang jauh lebih besar. Meskipun menghadapi kesulitan distribusi barang, Papua Pegunungan justru mampu mengendalikan inflasi dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa dengan kerja keras dan strategi yang tepat, inflasi dapat dikendalikan meskipun dihadapkan pada berbagai keterbatasan. Perbandingan ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi daerah lain untuk lebih berupaya dalam menekan inflasi.
Enam Langkah Pokok Pengendalian Inflasi
Tomsi Tohir mengingatkan kembali mengenai enam langkah pokok yang harus dilakukan pemerintah daerah dalam mengendalikan inflasi. Langkah-langkah tersebut meliputi pelaksanaan operasi pasar murah, sidak ke pasar dan distributor untuk mencegah penahanan barang, kerjasama dengan daerah penghasil komoditi untuk memastikan kelancaran pasokan, gerakan menanam, merealisasikan Belanja Tak Terduga (BTT), serta dukungan transportasi dari APBD. Ia menyayangkan masih banyak daerah yang belum melaksanakan seluruh langkah tersebut secara optimal. Hanya 43 daerah yang melaksanakan enam langkah pokok, 158 daerah melaksanakan empat sampai lima langkah, dan 287 daerah belum melaksanakan upaya konkret secara maksimal.
Evaluasi Kinerja Jajaran Pemerintah Daerah
Tomsi Tohir menekankan pentingnya evaluasi kinerja jajaran pemerintah daerah dalam upaya pengendalian inflasi. Ia meminta kepala daerah untuk segera mengevaluasi dinas-dinas yang dinilai tidak bergerak cepat dan tidak responsif dalam mengatasi permasalahan inflasi. Evaluasi ini penting untuk memastikan bahwa seluruh elemen pemerintah daerah bekerja secara sinergis dan efektif dalam mencapai tujuan pengendalian harga. Jika diperlukan, kepala daerah dapat melakukan penggantian atau rotasi pejabat untuk meningkatkan kinerja dan efektivitas organisasi.