Israel kembali menjadi sorotan dunia setelah mencegat kapal-kapal bantuan kemanusiaan yang berlayar menuju Jalur Gaza. Tindakan ini, yang terjadi pada Rabu (8/10/2025), merupakan insiden kedua dalam beberapa pekan terakhir, setelah sebelumnya pasukan Israel juga menggagalkan misi Global Sumud Flotilla. Pemerintah Turki mengecam keras tindakan Israel, menyebutnya sebagai "aksi pembajakan" dan pelanggaran terhadap hukum internasional. Ketegangan di kawasan pun kembali meningkat, memicu kekhawatiran akan terhambatnya upaya perdamaian yang tengah diupayakan.
Insiden ini menambah panjang daftar kontroversi terkait blokade yang diberlakukan Israel terhadap Jalur Gaza. Komunitas internasional terpecah dalam menyikapi kebijakan ini, dengan sebagian besar negara-negara Barat mendukung hak Israel untuk melindungi diri, sementara negara-negara lain, terutama di Timur Tengah, mengkritik blokade tersebut sebagai hukuman kolektif terhadap warga sipil Palestina.
Pencegatan Freedom Flotilla Coalition di Perairan Internasional
Komite Internasional untuk Mematahkan Pengepungan terhadap Gaza menyatakan bahwa pasukan Angkatan Laut Israel mencegat tiga kapal yang tergabung dalam misi Freedom Flotilla Coalition (FFC). Kapal-kapal tersebut membawa bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan oleh warga Gaza. Aksi pencegatan terjadi di perairan internasional, sekitar 222 kilometer dari pantai Jalur Gaza.
Menurut laporan, kapal-kapal yang dicegat adalah Gaza Sunbird, Alaa Al-Najjar, dan Anas Al Sharif. Komite tersebut mengecam tindakan Israel sebagai ilegal dan menyebutnya sebagai serangan terhadap upaya kemanusiaan.
Reaksi Keras dari Pemerintah Turki
Pemerintah Turki bereaksi keras terhadap pencegatan kapal bantuan Gaza oleh Israel. Kementerian Luar Negeri Turki mengeluarkan pernyataan yang mengecam tindakan tersebut sebagai "aksi pembajakan" dan pelanggaran hukum internasional. Ankara juga menyebutkan bahwa beberapa anggota parlemen Turki berada di dalam kapal-kapal tersebut.
Turki menuduh Israel melakukan pelanggaran berat terhadap hukum internasional dengan menyerang para aktivis sipil, termasuk warga negara dan anggota parlemen Turki. Kementerian Luar Negeri Turki juga menyatakan bahwa Israel meningkatkan ketegangan di kawasan dan melemahkan upaya menuju perdamaian abadi dengan menyerang upaya-upaya kemanusiaan secara brutal.
Tuduhan Pelanggaran Hukum Internasional dan Dampaknya
Tindakan Israel mencegat kapal bantuan kemanusiaan memicu perdebatan tentang legalitas blokade terhadap Jalur Gaza dan hak negara untuk melakukan intervensi di perairan internasional. Banyak pihak berpendapat bahwa blokade tersebut melanggar hukum internasional karena menghambat akses warga sipil Gaza terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, obat-obatan, dan air bersih. Israel berdalih bahwa blokade tersebut diperlukan untuk mencegah masuknya senjata dan material berbahaya ke Gaza, yang dikuasai oleh kelompok Hamas.
Dampak Kemanusiaan di Jalur Gaza
Pencegatan kapal bantuan tersebut semakin memperburuk kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza, yang telah menderita akibat konflik berkepanjangan dan blokade selama bertahun-tahun. Rumah sakit kekurangan obat-obatan dan peralatan medis, sementara warga sipil menghadapi kekurangan makanan dan air bersih. Bantuan kemanusiaan yang dibawa oleh Freedom Flotilla Coalition sangat dibutuhkan untuk meringankan penderitaan warga Gaza.
Konvoi tersebut membawa bantuan vital senilai lebih dari US$ 100.000 berupa obat-obatan, peralatan pernapasan, dan pasokan nutrisi yang ditujukan untuk rumah-rumah sakit di Gaza yang kekurangan pasokan.
Upaya Perdamaian yang Terancam
Insiden pencegatan kapal bantuan ini berpotensi merusak upaya perdamaian antara Israel dan Palestina. Ketegangan di kawasan telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, dan tindakan Israel ini dapat memicu eskalasi konflik lebih lanjut. Komunitas internasional mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri dan kembali ke meja perundingan.
Respons Internasional terhadap Konflik Israel-Palestina
Konflik Israel-Palestina terus menjadi perhatian utama komunitas internasional. Negara-negara di seluruh dunia menyerukan solusi damai yang adil dan berkelanjutan bagi kedua belah pihak. Namun, upaya untuk mencapai kesepakatan damai telah terhambat oleh perbedaan mendasar mengenai isu-isu seperti perbatasan, pengungsi, dan status Yerusalem.