Israel kembali melancarkan serangan gencar ke Jalur Gaza, Palestina, tepat ketika perundingan gencatan senjata dengan Hamas akan segera dimulai di Kairo, Mesir. Serangan brutal yang terjadi pada Minggu (5/10) tersebut menyebabkan puluhan warga sipil tak berdosa menjadi korban. Mayoritas korban adalah para pengungsi yang mencari perlindungan di sekitar pusat distribusi bantuan di Rafah, menambah pilu dan nestapa di wilayah yang telah lama dilanda konflik berkepanjangan.
Gempuran yang terus menerus terjadi di tempat-tempat pengungsian dan Kota Gaza, menggagalkan harapan warga Palestina untuk dapat beristirahat dengan tenang di malam hari. Serangan ini jelas menjadi pukulan telak bagi upaya perdamaian yang sedang diupayakan, dan menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen Israel terhadap penyelesaian konflik secara damai. Delegasi Hamas telah tiba di Sharm El Sheikh dan siap mengajukan tuntutan terkait mekanisme gencatan senjata, penarikan pasukan pendudukan Israel, dan pertukaran tahanan. Namun, agresi yang terus berlanjut ini jelas mengancam proses negosiasi yang rapuh tersebut.
Agresi Israel di Gaza: Serangan Membabi Buta dan Dampak Kemanusiaan
Serangan brutal Israel di Gaza telah menyebabkan 24 orang tewas, sebagian besar pengungsi yang berada di sekitar pusat distribusi bantuan di Rafah. Reporter Al Jazeera, Hami Mahmoud, melaporkan bahwa gempuran terus terjadi di tempat pengungsian maupun Kota Gaza, membuat warga Palestina hidup dalam ketakutan dan kecemasan. Serangan ini menambah daftar panjang pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel terhadap warga sipil Palestina.
Selain korban jiwa, agresi Israel juga menyebabkan kerusakan infrastruktur yang parah dan memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza. Banyak rumah, sekolah, dan rumah sakit hancur akibat serangan udara, membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal dan akses terhadap layanan kesehatan. Kondisi ini diperparah oleh blokade yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, yang membatasi masuknya bantuan kemanusiaan dan bahan bakar ke Gaza.
Negosiasi Gencatan Senjata: Upaya Perdamaian di Tengah Kekerasan
Di tengah gempuran Israel yang terus berlanjut, negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas akan dimulai di Mesir. Delegasi Hamas, dipimpin oleh Khalil Al Hayya, telah tiba di Sharm El Sheikh dan siap mengajukan tuntutan terkait mekanisme gencatan senjata, penarikan pasukan pendudukan Israel, dan pertukaran tahanan. Sementara itu, delegasi Israel dipimpin oleh Ron Dermer.
Amerika Serikat, sebagai salah satu mediator, juga turut hadir dalam negosiasi ini. Pemerintahan Donald Trump menunjuk utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dan menantunya, Jared Kushner, untuk memfasilitasi perundingan. Diharapkan, negosiasi ini dapat menghasilkan kesepakatan gencatan senjata yang komprehensif dan mengakhiri kekerasan di Gaza.
Tuntutan Hamas: Gencatan Senjata dan Pembebasan Tahanan
Hamas bersedia melepas seluruh sandera yang hidup maupun yang meninggal ke Israel, sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata. Namun, pelepasan sandera tak akan terjadi jika Israel terus menggempur habis-habisan Gaza. Hamas juga menuntut penarikan pasukan Israel dari Gaza dan pembebasan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Tuntutan Hamas ini mencerminkan keinginan rakyat Palestina untuk mengakhiri pendudukan Israel dan mencapai kemerdekaan. Hamas juga menekankan pentingnya menghormati hak-hak asasi manusia warga Palestina dan mengakhiri blokade yang telah menghancurkan ekonomi Gaza.
Respons Internasional: Kecaman dan Seruan untuk Perdamaian
Agresi Israel di Gaza telah menuai kecaman dari berbagai pihak di seluruh dunia. Banyak negara dan organisasi internasional menyerukan kepada Israel untuk menghentikan serangan terhadap warga sipil dan menghormati hukum humaniter internasional. Mereka juga mendesak Israel dan Hamas untuk segera mencapai kesepakatan gencatan senjata dan memulai proses perdamaian yang serius.
PBB telah mengeluarkan resolusi yang mengutuk agresi Israel dan menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri dari tindakan yang dapat memperburuk situasi. Dewan Keamanan PBB juga telah mengadakan beberapa pertemuan untuk membahas situasi di Gaza dan mencari cara untuk mengakhiri konflik.
Dampak Jangka Panjang: Krisis Kemanusiaan dan Trauma
Agresi Israel di Gaza telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah dan meninggalkan trauma yang mendalam bagi warga Palestina. Lebih dari 66.000 warga di Palestina tewas akibat agresi Israel sejak Oktober 2023, termasuk ribuan anak-anak, staf medis, jurnalis, dan petugas penyelamat pertahanan sipil.
Krisis kemanusiaan di Gaza diperparah oleh blokade yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, yang membatasi masuknya bantuan kemanusiaan dan bahan bakar. Banyak warga Gaza hidup dalam kemiskinan dan kekurangan gizi, dan sistem kesehatan di wilayah tersebut telah lumpuh akibat kekurangan obat-obatan dan peralatan medis.