Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui perubahan signifikan terkait pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kementerian BUMN kini bertransformasi menjadi Badan Pengaturan Badan Usaha Milik Negara (BP BUMN), sebuah langkah yang diputuskan melalui revisi Undang-Undang BUMN. Pengesahan perubahan ini dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I 2025-2026 di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Rini, secara resmi mengumumkan perubahan kelembagaan ini dalam rapat tersebut, menandai era baru dalam tata kelola perusahaan-perusahaan pelat merah di Indonesia. Transformasi ini diharapkan membawa perbaikan dalam efisiensi, pengawasan, dan kinerja BUMN secara keseluruhan.
Perbedaan Fungsi Pengawasan antara Kementerian BUMN dan BP BUMN
Salah satu perbedaan mendasar antara Kementerian BUMN dan BP BUMN terletak pada fungsi pengawasan. Kementerian BUMN sebelumnya memiliki peran pengawasan yang cukup signifikan terhadap operasional dan kinerja BUMN. Namun, dengan terbentuknya BP BUMN, fungsi pengawasan ini mengalami perubahan. Ketua Panja RUU BUMN, Andre Rosiade, menjelaskan bahwa fungsi pengawasan yang sebelumnya berada di Kementerian BUMN kini dialihkan langsung ke Dewan Pengawas Danantara (Dewas Danantara). Artinya, BP BUMN tidak lagi memiliki kewenangan pengawasan langsung seperti yang dimiliki oleh Kementerian BUMN sebelumnya. Perubahan ini bertujuan untuk menciptakan sistem pengawasan yang lebih independen dan profesional, sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan BUMN. Dengan pengawasan yang lebih ketat dan independen, diharapkan BUMN dapat beroperasi lebih efisien dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian negara.
Peran Dewan Pengawas Danantara dalam Pengawasan BUMN
Dewan Pengawas Danantara (Dewas Danantara) kini memegang peranan kunci dalam mengawasi kinerja dan operasional BUMN. Sebagai lembaga pengawas independen, Dewas Danantara bertugas untuk memastikan bahwa BUMN beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Dewas Danantara memiliki kewenangan untuk melakukan audit, evaluasi, dan memberikan rekomendasi terkait perbaikan kinerja BUMN. Selain itu, Dewas Danantara juga bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan rencana bisnis dan anggaran BUMN, serta memastikan bahwa BUMN mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan pengawasan yang komprehensif dan independen, Dewas Danantara diharapkan dapat mencegah terjadinya praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di lingkungan BUMN. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap BUMN dan mendorong BUMN untuk beroperasi lebih profesional dan akuntabel.
Perbedaan Posisi Pimpinan Lembaga
Perbedaan signifikan lainnya antara Kementerian BUMN dan BP BUMN adalah pada posisi pimpinan lembaga. Kementerian BUMN dipimpin oleh seorang menteri yang merupakan bagian dari kabinet pemerintahan. Menteri BUMN bertanggung jawab kepada presiden dalam menjalankan tugas dan fungsinya terkait pengelolaan BUMN. Sementara itu, BP BUMN dipimpin oleh seorang kepala badan yang tidak memiliki status sebagai menteri. Kepala badan BP BUMN bertanggung jawab kepada presiden melalui mekanisme yang berbeda dengan menteri. Perbedaan ini mencerminkan perubahan dalam struktur organisasi dan tata kelola lembaga yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan BUMN. Dengan dipimpin oleh seorang kepala badan, BP BUMN diharapkan dapat lebih fokus pada fungsi pengaturan dan pengawasan BUMN, tanpa terbebani oleh tugas-tugas politik yang seringkali melekat pada jabatan menteri.
Fungsi Lainnya yang Melekat di BP BUMN
Meskipun terjadi perubahan dalam fungsi pengawasan dan posisi pimpinan, beberapa fungsi penting lainnya tetap melekat di BP BUMN. Salah satunya adalah hak untuk ikut memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BUMN. BP BUMN masih memiliki 1 persen saham di setiap perusahaan pelat merah, yang memberikan hak kepadanya untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan strategis terkait BUMN. Selain itu, status para pegawai Kementerian BUMN juga tidak mengalami perubahan. Semua pegawai Kementerian BUMN secara otomatis menjadi pegawai BP BUMN dengan status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini menjamin keberlangsungan operasional dan keahlian yang telah ada di Kementerian BUMN, serta memastikan bahwa BP BUMN dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sejak awal.
Status Pegawai Kementerian BUMN menjadi Pegawai BP BUMN
Perubahan status kelembagaan dari Kementerian BUMN menjadi BP BUMN tidak berdampak signifikan terhadap status kepegawaian. Seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sebelumnya bertugas di Kementerian BUMN secara otomatis menjadi bagian dari BP BUMN. Hal ini memastikan bahwa tidak ada kekosongan sumber daya manusia (SDM) yang dapat menghambat operasional lembaga yang baru dibentuk. Para pegawai tetap menjalankan tugas dan fungsi mereka seperti biasa, namun kini berada di bawah naungan BP BUMN. Dengan demikian, transisi dari Kementerian BUMN ke BP BUMN berjalan mulus dan tidak menimbulkan gejolak di kalangan pegawai. Kepastian status kepegawaian ini juga memberikan rasa aman dan stabilitas bagi para pegawai, sehingga mereka dapat fokus pada peningkatan kinerja dan pelayanan publik.