Marwan Barghouti, tokoh Palestina yang dipandang sebagai pemimpin karismatik dan berpotensi menyatukan berbagai faksi, tidak termasuk dalam daftar tahanan yang akan dibebaskan Israel sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata di Gaza. Padahal, Hamas telah lama mengupayakan pembebasannya sebagai imbalan atas sandera yang ditawan sejak serangan 7 Oktober. Ketidakhadiran nama Barghouti dalam daftar yang dirilis pemerintah Israel menimbulkan pertanyaan tentang alasan di balik keputusan tersebut. Banyak pihak meyakini bahwa Israel enggan melepaskan sosok yang dianggap mampu memberikan pengaruh besar terhadap arah politik Palestina di masa depan. Pembebasan Barghouti dikhawatirkan akan mengubah peta politik secara signifikan dan memberikan angin segar bagi perjuangan Palestina.
Profil Marwan Barghouti: Pemimpin Fatah yang Kontroversial
Marwan Barghouti lahir pada tahun 1959 di Tepi Barat dan telah lama menjadi figur sentral dalam politik Palestina. Kiprahnya dimulai sejak muda, saat aktif mengorganisir aksi protes mahasiswa melawan pendudukan Israel. Ia menjadi salah satu tokoh kunci dalam Intifada Pertama pada tahun 1987, sebuah pemberontakan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel. Akibat aktivitasnya tersebut, Barghouti dideportasi ke Yordania. Barghouti kembali ke Palestina pada tahun 1990-an sebagai bagian dari Perjanjian Oslo, sebuah kesepakatan damai antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Namun, perdamaian tersebut tidak bertahan lama, dan Intifada Kedua pecah pada tahun 2000. Barghouti, yang saat itu menjabat sebagai pemimpin Fatah di Tepi Barat, dituduh terlibat dalam serangan oleh Brigade Syuhada Al Aqsa.
Tuduhan dan Penahanan Marwan Barghouti oleh Israel
Israel menangkap dan menghukum Marwan Barghouti pada tahun 2004 atas keterlibatannya dalam serangan selama Intifada Kedua. Ia dijatuhi lima hukuman seumur hidup atas serangan yang menyebabkan kematian lima warga Israel. Selama persidangan, Barghouti menolak membela diri karena tidak mengakui legitimasi pengadilan Israel. Meskipun berada di balik jeruji besi, Barghouti tetap menjadi tokoh politik yang berpengaruh. Ia beberapa kali terlibat dalam aksi mogok makan massal sebagai bentuk protes terhadap kondisi penjara dan kebijakan Israel. Ia juga sempat mendaftarkan diri dalam pemilu legislatif Palestina pada tahun 2021, meskipun pemilu tersebut akhirnya dibatalkan.
Mengapa Israel Enggan Membebaskan Barghouti?
Baca Juga
Ketidakinginan Israel untuk membebaskan Marwan Barghouti dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. Pertama, dari sudut pandang Israel, Barghouti dianggap sebagai tokoh berbahaya yang bertanggung jawab atas serangan yang menewaskan warga sipil Israel. Pembebasannya dikhawatirkan akan memicu kembali kekerasan dan instabilitas. Kedua, ada kekhawatiran bahwa Barghouti akan menjadi pemimpin yang kuat dan mampu menyatukan berbagai faksi Palestina, yang selama ini terpecah belah. Israel dinilai lebih memilih melemahkan institusi Palestina dan mencegah munculnya pemimpin yang kuat dari pihak lawan. Pengalaman pahit dengan pembebasan Yahya Sinwar, pemimpin senior Hamas yang kemudian menjadi dalang serangan besar pada tahun 2023, semakin memperkuat keengganan Israel untuk membebaskan tahanan penting.
Dampak Potensial Pembebasan Barghouti terhadap Palestina
Bagi banyak warga Palestina, Marwan Barghouti dipandang sebagai simbol perlawanan dan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Beberapa bahkan menjulukinya "Nelson Mandela dari Palestina" karena kiprahnya dalam perjuangan kemerdekaan dan reputasinya sebagai figur pemersatu. Pembebasan Barghouti dapat memberikan dampak signifikan terhadap politik Palestina. Ia dianggap sebagai penerus potensial Mahmoud Abbas, presiden Palestina yang saat ini sudah lanjut usia dan semakin kehilangan dukungan rakyat. Barghouti memiliki popularitas yang besar di kalangan warga Palestina dan dianggap mampu memimpin dengan cara yang lebih efektif daripada Abbas. Kehadirannya dapat membawa perubahan besar dalam dinamika politik internal Palestina dan hubungan dengan Israel.
Pandangan Internasional terhadap Sosok Marwan Barghouti
Marwan Barghouti dikenal sebagai pendukung solusi dua negara, yang berarti pembentukan negara Palestina yang merdeka berdampingan dengan Israel. Meskipun demikian, ia juga mendukung perlawanan bersenjata terhadap pendudukan Israel. Dalam sebuah artikel yang ditulisnya di The Washington Post pada tahun 2002, ia menyatakan, "Saya bukan teroris, tetapi saya juga bukan pasifis." Pandangan ini mencerminkan kompleksitas situasi di Palestina, di mana banyak orang merasa terjebak antara keinginan untuk mencapai perdamaian dan kebutuhan untuk melawan pendudukan yang mereka anggap tidak adil. Sosok Barghouti terus menjadi sorotan dan perdebatan di kalangan internasional.