Tragedi ambruknya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, menyisakan cerita pilu sekaligus mengharukan. Nanang Saifur Rizal, seorang santri berusia 16 tahun asal Malang, menjadi salah satu saksi hidup dalam kejadian mencekam tersebut. Ia selamat dari maut setelah sempat terjebak reruntuhan selama hampir setengah jam. Kisahnya tentang perjuangan menyelamatkan diri dan menolong sesama menjadi inspirasi di tengah duka. Rizal, yang saat kejadian tengah melaksanakan salat asar berjemaah bersama ratusan santri lainnya, masih terbayang jelas detik-detik bangunan itu runtuh. Suara gemuruh dan teriakan histeris para santri bercampur menjadi satu, menciptakan suasana yang sangat mencekam. Meski mengalami luka-luka, Rizal menunjukkan keberanian dan kepedulian yang luar biasa dengan membantu temannya yang kritis untuk keluar dari reruntuhan.
Detik-detik Mencekam Saat Musala Ambruk
Rizal menceritakan bahwa musibah itu terjadi secara tiba-tiba saat salat asar memasuki rakaat ketiga. Tiba-tiba terdengar suara seperti benda jatuh dari lantai atas, diikuti getaran yang kuat. "Awalnya seperti ada bambu jatuh, lalu terasa seperti gempa. Seketika, bangunan langsung ambruk," ujarnya. Para santri yang panik berusaha menyelamatkan diri, namun reruntuhan material bercampur besi cor menghantam dengan cepat. Suasana menjadi kacau balau, dengan teriakan dan tangisan memecah keheningan sore itu. Debu beterbangan memenuhi ruangan, membuat jarak pandang menjadi terbatas. Dalam kondisi yang serba tidak pasti, para santri berusaha mencari celah untuk keluar dari bangunan yang ambruk.
Pengalaman Terjebak Reruntuhan dan Upaya Penyelamatan Diri
Saat kejadian, Rizal berada di saf tengah. Ia sempat tertimpa material dari atas saat mencoba melarikan diri. Akibatnya, ia terjebak di antara puing-puing bangunan selama hampir 30 menit. Meski terluka, Rizal berusaha tetap tenang dan mencari cara untuk keluar. Ia merasakan sakit di kepala dan tubuhnya, namun semangatnya untuk bertahan hidup tidak padam. Dengan susah payah, ia merangkak di antara reruntuhan, menghindari besi-besi tajam dan material yang berjatuhan. Akhirnya, ia berhasil menemukan celah kecil yang bisa ia gunakan untuk keluar dari reruntuhan.
Aksi Heroik Menolong Teman yang Kritis
Setelah berhasil keluar dari reruntuhan, Rizal tidak langsung melarikan diri. Ia melihat temannya, Mamat, dalam kondisi kejang-kejang tidak jauh darinya. Tanpa ragu, Rizal kembali mendekat dan berusaha menolong Mamat. "Di dekat saya ada teman bernama Mamat, kondisinya kejang-kejang. Saya bantu duduk lalu saya tarik keluar lewat lubang kecil di reruntuhan," tutur Rizal. Aksi heroik Rizal ini menunjukkan kepedulian dan keberaniannya di tengah situasi yang sangat berbahaya. Ia tidak mementingkan keselamatan dirinya sendiri, melainkan berusaha membantu temannya yang membutuhkan pertolongan.
Trauma dan Keinginan untuk Kembali ke Pesantren
Rizal mengaku masih trauma dengan kejadian tersebut. Suara gemuruh bangunan ambruk dan teriakan teman-temannya masih terngiang di telinganya. "Kadang-kadang masih takut, kejadian itu benar-benar mengagetkan," ucapnya. Meski demikian, Rizal yang sudah menimba ilmu di Ponpes Al Khoziny sejak 2022 menegaskan akan kembali ke pesantren. Ia merasa sayang jika harus berhenti belajar di sana. "Sayang kalau berhenti. Saya tetap ingin melanjutkan sekolah di pondok," terangnya. Keinginan Rizal untuk kembali ke pesantren menunjukkan kecintaannya pada ilmu dan semangatnya untuk terus belajar, meskipun telah mengalami kejadian traumatis.
- Luka di kening
- Luka di belakang telinga