Kisah-kisah pilu menghiasi proses penyelamatan korban runtuhnya Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo. Tim SAR yang bekerja keras hingga Kamis (2/10) malam memastikan tidak ada lagi tanda kehidupan di balik reruntuhan bangunan. Syaiful Rosi Abdillah (13) menjadi korban terakhir yang berhasil diselamatkan dalam kondisi hidup. Namun, di balik kabar duka, terselip cerita-cerita mengharukan tentang perjuangan para santri untuk bertahan hidup, tentang persahabatan, tentang iman yang tak lekang di tengah musibah. Beberapa santri ditemukan selamat setelah berhari-hari terjebak di antara puing-puing, dengan kondisi yang memprihatinkan. Bahkan, ada yang harus merelakan anggota tubuhnya demi bisa bertahan hidup. Cerita-cerita ini menjadi pengingat akan kekuatan manusia dalam menghadapi cobaan, dan juga dedikasi para tim penyelamat yang tak kenal lelah.
Kisah Haikal: Salat di Tengah Reruntuhan dan Kehilangan Sahabat
Syahlendra Haikal (13), atau yang akrab disapa Haikal, mengalami pengalaman pahit saat terjebak di reruntuhan selama dua hari. Sebelum kejadian, ia sempat mengajak temannya untuk salat bersama. Namun takdir berkata lain, temannya itu meninggal dunia tepat di sebelahnya. Suara Haikal sempat viral di media sosial ketika terdengar dalam video petugas penyelamat yang sedang mencari dua santri, termasuk Yusuf (16). Dengan lirih, Haikal mengeluhkan seluruh tubuhnya terasa sakit.
Proses evakuasi Haikal berlangsung dramatis. Petugas sempat kesulitan menariknya karena pinggangnya terimpit beton. Setelah berhasil dievakuasi pada Rabu (1/10) sore, ia langsung dilarikan ke RSUD RT Notopuro Sidoarjo. Di rumah sakit, Haikal menceritakan bagaimana ia tetap berusaha menunaikan salat dalam kondisi terbaring. Ia juga mengajak teman-temannya yang terjebak bersamanya untuk salat. Sayangnya, saat salat Subuh, temannya yang sebelumnya masih menyahut, sudah tidak bersuara lagi. Haikal menjadi korban ke-13 yang berhasil diselamatkan. Kisahnya ini menyentuh hati banyak orang, termasuk Senator DPD RI Lia Istifhama yang menjenguknya di rumah sakit. Lia mengungkapkan kekagumannya pada Haikal yang tetap cerdas dan beriman di tengah kondisi yang sangat sulit.
Al Fatih: Mimpi di Balik Puing dan Kesadaran Setelah Evakuasi
Al Fatih Cakra Buana (14) memiliki pengalaman unik saat tertimbun reruntuhan. Ia sama sekali tidak menyadari bahwa pondok pesantren tempatnya belajar telah ambruk. Al Fatih mengira dirinya hanya tertidur selama tiga hari dan semua kejadian yang menimpanya hanyalah mimpi belaka. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menceritakan bahwa Al Fatih baru menyadari musibah yang terjadi setelah berhasil dievakuasi pada hari ketiga.
Setelah diselamatkan dan mendapatkan perawatan di RSUD Notopuro Sidoarjo, Al Fatih baru bisa menceritakan pengalamannya kepada media. Ia merasa seperti tidur lama dan bermimpi melakukan berbagai aktivitas, seperti minum menggunakan selang dan berjalan-jalan di tempat gelap. Al Fatih selamat karena tubuhnya tertutup tumpukan pasir dan kepalanya terlindung lembaran seng. Sebelum kejadian, ia berada di sekitar 5 orang temannya.
Nur Ahmad: Amputasi Demi Selamat dari Reruntuhan Ponpes
Berbeda dengan Haikal dan Al Fatih, Nur Ahmad dievakuasi lebih awal, yaitu pada Selasa (30/9) dini hari. Namun, ia harus merelakan salah satu tangannya untuk bisa keluar dari reruntuhan. Dokter Atok Irawan, Direktur Utama RSUD RT Notopuro Sidoarjo, menjelaskan bahwa amputasi terpaksa dilakukan karena lengan korban tertimbun bahan bangunan dan mengalami nekropsi (pembusukan). Tim medis berjuang keras melakukan prosedur amputasi di ruang sempit, dengan risiko tertimpa bangunan yang sewaktu-waktu bisa ambruk lagi.
Dokter Aaron Franklyn Suaduon Simatupang, salah satu tenaga kesehatan yang terlibat langsung dalam proses evakuasi, mengatakan bahwa keselamatan Ahmad adalah prioritas utama saat itu. Ia bahkan siap menghadapi risiko tertimpa bangunan demi menyelamatkan nyawa pasiennya. Beruntung, proses amputasi berjalan lancar dan Ahmad berhasil dikeluarkan dari reruntuhan serta dibawa ke ICU.
Syaiful Rosi: Selawat dan Istighfar di Tengah Luka dan Kehilangan
Syaiful Rosi Abdillah (13), menjadi korban terakhir yang dievakuasi dalam keadaan hidup. Ia mengalami luka parah pada kakinya akibat tertimpa reruntuhan selama tiga hari. Telapak kaki kanannya remuk dan harus diamputasi. Setelah operasi, Rosi menjalani perawatan intensif di RSUD Sidoarjo. Ia sempat bertanya-tanya apakah akan mendapatkan kaki baru.
Saat kejadian, Rosi sedang bersama enam orang temannya. Ia menceritakan bahwa reruntuhan menimpa mereka berkali-kali hingga gemuruh mereda. Rosi dan teman-temannya berusaha mendorong beton yang menimpa mereka, namun tidak berhasil karena terlalu berat. Selama tiga hari terjebak, Rosi terus membaca selawat dan istighfar untuk bertahan hidup. Ia tidak mendapatkan makanan dan minuman selama itu. Rosi akhirnya berhasil dievakuasi pada Rabu (1/10) malam berkat bantuan orang kampung.