Beberapa waktu lalu, jagat maya dihebohkan dengan visual maskot Seleksi Tilawatil Qur'an dan Musabaqah Al-Hadis (STQH) Nasional XXVIII Tahun 2025. Bentuk maskot berupa hewan Anoa yang memegang Al-Qur'an memicu berbagai reaksi dari warganet. Banyak yang menilai desain tersebut kurang pantas, bahkan dianggap menistakan agama. Menyikapi polemik ini, Kementerian Agama (Kemenag) akhirnya angkat bicara untuk memberikan klarifikasi terkait keberadaan maskot tersebut.
Kemenag menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan desain maskot tersebut untuk STQH Nasional 2025. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, menjelaskan bahwa STQH Nasional tahun ini hanya menggunakan logo sebagai identitas utama kegiatan, sesuai dengan tema nasional yang diusung yaitu "Syiar Al-Qur'an dan Hadis: Merawat Kerukunan, Melestarikan Lingkungan". Meski demikian, Kemenag mengapresiasi inisiatif daerah yang ingin turut memeriahkan STQH, termasuk kreativitas Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagai tuan rumah. Lalu, bagaimana penjelasan lebih detail terkait polemik ini?
Makna Filosofis Logo STQH 2025
Logo STQH Nasional XXVIII memiliki sejumlah simbol yang kaya akan makna filosofis. Setiap elemen dalam logo tersebut merepresentasikan nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan dalam penyelenggaraan STQH. Kubah yang menjadi bagian utama logo menggambarkan masjid sebagai pusat ibadah umat Islam. Warna emas yang mendominasi logo melambangkan keagungan ajaran Islam yangUniversal.
Selain itu, Tugu Persatuan Sultra turut hadir sebagai lambang kerukunan dalam keberagaman, mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Mushaf Al-Qur'an yang terpampang jelas dalam logo mengingatkan akan pentingnya membaca dan memahami Al-Qur'an sebagai pedoman hidup. Pancaran sinar yang mengelilingi logo melambangkan dakwah dan syiar Islam yang terus menyinari kehidupan. Tangan berdoa yang terangkat dalam logo merepresentasikan doa dan harapan untuk keselamatan bangsa. Tipografi XXVIII menandakan penyelenggaraan STQH yang ke-28, menjadi penanda sejarah dan tradisi yang terus dilestarikan. Kombinasi elemen-elemen ini menjadikan logo STQH Nasional XXVIII sebagai identitas visual yang kuat dan bermakna.
Klarifikasi Pemprov Sultra Terkait Maskot Anoa
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagai tuan rumah STQH Nasional XXVIII turut memberikan klarifikasi terkait polemik maskot Anoa yang sempat viral di media sosial. Sekretaris Daerah Provinsi Sultra sekaligus Ketua Umum Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur'an (LPTQ) Sultra, Asrun Lio, menyampaikan apresiasi atas perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap penyelenggaraan STQH. Ia menegaskan bahwa partisipasi masyarakat sangat penting bagi kesuksesan acara ini.
Asrun menjelaskan bahwa dalam rapat koordinasi antara Pemprov Sultra dan Kemenag RI pada bulan Juli 2025, tidak ada pembahasan mengenai maskot. Panitia hanya meluncurkan logo resmi STQH Nasional. Ia menambahkan bahwa Pemprov Sultra belum pernah meresmikan atau meluncurkan maskot untuk kegiatan ini. Terkait visual maskot Anoa yang beredar, Pemprov Sultra telah berkoordinasi dengan pihak event organizer untuk menarik penggunaannya. Langkah ini diambil sebagai bentuk kehati-hatian dalam menampilkan simbol religius di ruang publik. Pemprov Sultra mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga semangat kebersamaan dan saling menghargai dalam menyambut perhelatan nasional ini. STQH diharapkan menjadi ajang syiar Islam, mempererat persaudaraan, dan mengenalkan potensi Sultra ke seluruh Indonesia.