Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, terlibat dalam sidang praperadilan terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Nadiem menyatakan bahwa jaksa telah salah mencantumkan identitasnya dalam dokumen penetapan tersangka. Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) berpendapat bahwa kesalahan identitas tersangka bukanlah ranah praperadilan. Sidang ini menjadi sorotan karena menyangkut dugaan korupsi dalam program digitalisasi pendidikan dan melibatkan tokoh publik. Perkembangan sidang praperadilan ini akan menentukan apakah penetapan tersangka terhadap Nadiem Makarim sah secara hukum. Masyarakat menanti hasil akhir dari proses hukum ini, dengan harapan keadilan dapat ditegakkan dan kebenaran terungkap.
Sidang Praperadilan Nadiem Makarim di PN Jakarta Selatan
Sidang praperadilan Nadiem Makarim digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 8 Oktober 2025. Agenda sidang meliputi penyerahan bukti dan mendengarkan pendapat ahli dari pihak termohon, yaitu Kejaksaan Agung. Kejagung menyerahkan total 86 alat bukti terkait penetapan tersangka Nadiem Makarim. Alat bukti tersebut meliputi keterangan saksi, alat bukti surat, keterangan ahli, dan berbagai dokumen pendukung lainnya. Jaksa penuntut umum, Roy Riyadi, tidak menjelaskan secara rinci isi dari dokumen-dokumen tersebut. Pihak Nadiem Makarim melalui kuasa hukumnya, meminta hakim untuk menyatakan penetapan tersangka dan penahanan Nadiem cacat formal karena identitas yang tercantum dalam surat penetapan tersangka tidak sesuai dengan KTP yang bersangkutan.
Pendapat Ahli Hukum Pidana dalam Sidang
Dalam sidang praperadilan, Kejagung menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad. Jaksa meminta Suparji untuk menjelaskan apakah status pekerjaan atau identitas seorang tersangka merupakan objek praperadilan atau tidak. Suparji menyatakan bahwa identitas bukan bagian dari objek praperadilan, melainkan bagian dari administrasi dalam sebuah pemeriksaan. Menurut Suparji, jika berkas sudah ditandatangani oleh tersangka, maka tidak ada permasalahan identitas. Ia menambahkan bahwa keterangan pekerjaan yang sudah disetujui dan ditandatangani oleh terperiksa dianggap sah secara hukum. Pendapat ahli ini menjadi salah satu pertimbangan hakim dalam memutuskan hasil praperadilan.
Permasalahan Identitas dalam Surat Penetapan Tersangka
Pihak Nadiem Makarim mempermasalahkan identitas yang tercantum dalam surat penetapan tersangka. Dalam surat tersebut, Nadiem Makarim ditulis sebagai karyawan swasta, padahal sesuai KTP, ia adalah anggota kabinet kementerian. Kuasa hukum Nadiem berpendapat bahwa perbedaan identitas ini membuat penetapan tersangka menjadi cacat formal. Pihaknya menekankan bahwa pada saat dugaan tindak pidana korupsi terjadi dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022, Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia periode tahun 2019-2024. Perbedaan identitas ini menjadi salah satu poin penting yang diperdebatkan dalam sidang praperadilan.
Penetapan Tersangka dalam Kasus Korupsi di Kemendikbudristek
Kejagung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan periode tahun 2019-2022. Selain Nadiem Makarim, tersangka lainnya adalah Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih; Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah; Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan; dan Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief. Kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,98 triliun. Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari penyidikan yang dilakukan oleh Kejagung terkait dugaan penyimpangan dalam program digitalisasi pendidikan.
Dugaan Kerugian Negara dan Proses Hukum Selanjutnya
Kasus dugaan korupsi dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek ini diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,98 triliun. Angka yang fantastis ini tentu saja menimbulkan keprihatinan dan menjadi perhatian serius dari berbagai pihak. Proses hukum terhadap para tersangka akan terus berlanjut setelah sidang praperadilan. Jika praperadilan ditolak, maka kasus ini akan dilanjutkan ke tahap persidangan di pengadilan Tipikor. Masyarakat berharap agar kasus ini dapat diusut tuntas dan para pelaku yang terbukti bersalah dapat dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus korupsi serupa di masa depan.
