Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan tekadnya untuk mencapai seluruh tujuan perang di Gaza, dengan prioritas utama membebaskan para sandera yang ditawan oleh Hamas. Pernyataan ini muncul di tengah perundingan intensif yang sedang berlangsung di Mesir, di mana Hamas juga mengajukan tuntutan terkait jaminan keamanan dan pembebasan tahanan Palestina. Konflik yang telah berlangsung selama dua tahun ini terus menjadi perhatian dunia, dengan harapan akan adanya solusi damai yang dapat segera dicapai.
Netanyahu menyatakan bahwa Israel akan terus berupaya untuk memulangkan seluruh korban penculikan, menghapuskan kekuasaan Hamas di Gaza, dan memastikan bahwa wilayah tersebut tidak lagi menjadi ancaman bagi keamanan Israel. Pernyataan ini disampaikan pada Selasa (7/10), tepat dua tahun sejak dimulainya perang di Gaza, dan dilansir oleh kantor berita AFP pada Rabu (8/10/2025). Sementara itu, negosiator utama Hamas, Khalil El-Hayya, menekankan pentingnya jaminan dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan negara-negara sponsor bahwa perang di Gaza akan berakhir secara permanen. Tuntutan ini diajukan dalam perundingan tidak langsung dengan Israel yang berlangsung di Mesir.
Tekad Netanyahu: Menghapuskan Kekuatan Hamas di Gaza
Netanyahu dengan tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan utama Israel adalah menghapuskan kekuasaan Hamas di Gaza. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa Hamas merupakan ancaman bagi keamanan Israel dan stabilitas regional. Upaya untuk mencapai tujuan ini melibatkan berbagai strategi, termasuk operasi militer yang ditargetkan, kontrol perbatasan yang ketat, dan upaya untuk mencegah masuknya senjata dan amunisi ke Gaza. Pemerintah Israel berpendapat bahwa tanpa menghapuskan kekuasaan Hamas, tidak akan ada perdamaian yang berkelanjutan di wilayah tersebut.
Netanyahu juga menekankan bahwa Israel akan terus berupaya untuk mencegah Gaza menjadi ancaman bagi Israel di masa depan. Ini melibatkan pemantauan ketat terhadap aktivitas militer di Gaza, serta upaya untuk mencegah pembangunan kembali infrastruktur militer Hamas. Israel juga berupaya untuk bekerja sama dengan mitra internasional untuk memastikan bahwa bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza tidak disalahgunakan oleh Hamas untuk tujuan militer.
Tuntutan Hamas: Jaminan Keamanan dan Pembebasan Tahanan
Sebagai bagian dari perundingan di Mesir, Hamas mengajukan tuntutan yang signifikan terkait jaminan keamanan dan pembebasan tahanan Palestina. Khalil El-Hayya, negosiator utama Hamas, menyatakan bahwa kelompok tersebut tidak mempercayai Israel dan membutuhkan jaminan nyata dari Presiden AS Donald Trump dan negara-negara sponsor bahwa perang di Gaza akan berakhir selamanya. Tuntutan ini mencerminkan ketidakpercayaan yang mendalam antara kedua belah pihak dan keinginan Hamas untuk memastikan bahwa setiap kesepakatan gencatan senjata akan bersifat permanen.
Selain jaminan keamanan, Hamas juga menuntut pembebasan narapidana Palestina terkemuka dari penjara Israel, termasuk Marwan Barghouti, seorang anggota terkemuka partai Fatah yang telah dipenjara sejak tahun 2002. Pembebasan Barghouti dan tahanan lainnya menjadi salah satu poin utama dalam negosiasi pertukaran sandera-tahanan yang sedang berlangsung. Hamas berpendapat bahwa pembebasan tahanan Palestina adalah langkah penting menuju rekonsiliasi dan perdamaian jangka panjang.
Perundingan di Mesir: Upaya Mencapai Kesepakatan Damai
Perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas sedang berlangsung di Sharm El-Sheikh, Mesir, sebagai bagian dari rencana 20 poin yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump untuk mengamankan gencatan senjata di Gaza. Trump menyatakan optimisme bahwa ada peluang nyata untuk mencapai kesepakatan damai di Timur Tengah. Ia juga mengungkapkan bahwa negosiator AS terlibat aktif dalam perundingan tersebut, termasuk utusan khusus Steve Witkoff dan menantu Trump, Jared Kushner.
Perundingan di Mesir difokuskan pada beberapa isu utama, termasuk jangka waktu gencatan senjata, mekanisme pemantauan untuk memastikan kepatuhan terhadap kesepakatan, dan pertukaran sandera dan tahanan. Meskipun ada kemajuan yang dicapai, masih ada perbedaan yang signifikan antara kedua belah pihak, terutama terkait jaminan keamanan dan pembebasan tahanan. Namun, dengan keterlibatan aktif dari mediator internasional, ada harapan bahwa kesepakatan damai dapat dicapai dalam waktu dekat.