Nikita Mirzani, seorang artis yang dikenal luas, menghadapi tuntutan 11 tahun penjara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tuntutan ini terkait dengan kasus dugaan pemerasan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjeratnya. Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan sejumlah besar uang dan menyeret nama baik beberapa pihak. Proses persidangan yang panjang dan penuh drama turut mewarnai perjalanan kasus ini hingga sampai pada tahap tuntutan. JPU mengungkapkan beberapa poin yang memberatkan Nikita dalam menjatuhkan tuntutan tersebut, termasuk di antaranya adalah dampak perbuatannya terhadap nama baik orang lain, keresahan yang ditimbulkan di masyarakat, serta sikap yang dinilai tidak sopan selama persidangan berlangsung. Meskipun demikian, status Nikita sebagai tulang punggung keluarga menjadi salah satu pertimbangan yang meringankan hukumannya. Kasus ini menjadi sorotan, mempertanyakan batasan kebebasan berekspresi dan tanggung jawab hukum di era digital.
Hal Memberatkan dalam Tuntutan Nikita Mirzani
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan beberapa alasan yang memberatkan tuntutan 11 tahun penjara terhadap Nikita Mirzani. Setidaknya delapan poin menjadi pertimbangan utama. Pertama, perbuatan Nikita dinilai telah merusak nama baik dan martabat orang lain. Tindakannya dianggap tidak hanya merugikan secara materiil, tetapi juga berdampak pada reputasi dan kehidupan pribadi korban. Kedua, JPU menilai bahwa Nikita telah menimbulkan keresahan di masyarakat secara nasional. Kontroversi yang diciptakannya melalui media sosial dan pernyataan-pernyataannya di muka umum dianggap meresahkan dan mengganggu ketertiban sosial. Ketiga, Nikita disebut telah menikmati hasil dari tindak kejahatan yang dilakukannya. Uang hasil pemerasan yang diterimanya digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk mengangsur rumah mewah. Keempat, sikap Nikita selama persidangan dinilai tidak sopan dan tidak menghargai proses hukum.
Sikap Nikita di Persidangan Jadi Sorotan
Lebih lanjut, JPU menyoroti sikap Nikita yang berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan. Ia juga dianggap tidak mengakui perbuatannya, meskipun bukti-bukti yang diajukan menunjukkan sebaliknya. Selain itu, Nikita juga tercatat pernah dihukum sebelumnya, yang menjadi pemberat dalam penentuan tuntutan. Sikap tidak kooperatif dan cenderung menentang selama persidangan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap hukum dan proses peradilan. Ketidakpercayaan terhadap sistem hukum yang ditunjukkan terdakwa, semakin memperkuat alasan jaksa untuk memberikan tuntutan maksimal.
Tuntutan Hukum dan Pasal yang Dilanggar
Jaksa menuntut majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan untuk menjatuhkan hukuman pidana 11 tahun penjara kepada Nikita Mirzani, disertai denda sebesar Rp2 miliar. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, Nikita terbukti melakukan tindak pidana pemerasan disertai ancaman dan TPPU. Ia melanggar Pasal 45 ayat 10 huruf A juncto Pasal 27B ayat (2) Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, serta Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Bukti Tindak Pidana Pemerasan dan TPPU
Nikita terbukti mendistribusikan informasi dan/atau dokumen elektronik yang mengandung muatan pemerasan dan ancaman untuk mencemarkan nama baik pemilik perusahaan skincare, PT Glafidsya RMA Group. Ia melakukan pemerasan bersama asistennya, Ismail Marzuki alias Mail Syahputra. Nikita mengancam akan memberikan komentar negatif dan menyebarluaskan informasi yang merugikan perusahaan tersebut di media sosial jika tidak diberikan sejumlah uang. Akibatnya, pemilik perusahaan skincare tersebut memberikan uang sebesar Rp4 miliar secara bertahap kepada Ismail dan Nikita. Selain itu, Nikita juga terbukti menggunakan uang hasil pemerasan tersebut untuk mengangsur rumah di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, yang merupakan bentuk TPPU.
Hal Meringankan: Tanggungan Keluarga
Di tengah berbagai hal yang memberatkan, JPU juga mempertimbangkan satu hal yang meringankan hukuman Nikita Mirzani, yaitu statusnya sebagai tulang punggung keluarga. Nikita memiliki tanggungan anak yang masih membutuhkan biaya hidup dan perhatian. Hal ini menjadi pertimbangan dalam menentukan besaran hukuman yang dijatuhkan. Meskipun demikian, JPU tetap berpendapat bahwa perbuatan Nikita telah menimbulkan kerugian yang besar bagi korban dan masyarakat, sehingga hukuman yang setimpal perlu diberikan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatannya.