Dalam sidang praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, memberikan keterangan penting mengenai mekanisme penetapan tersangka. Keterangan ahli ini menjadi sorotan utama dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Huda menegaskan bahwa seseorang yang akan ditetapkan sebagai tersangka dalam sebuah kasus pidana, idealnya harus menjalani pemeriksaan terlebih dahulu sebagai calon tersangka. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses penetapan tersangka tidak bersifat sepihak dan subjektif, melainkan didasarkan pada pemeriksaan yang mendalam dan substansial. Pandangan ini disampaikan untuk menanggapi pertanyaan dari tim kuasa hukum Nadiem Makarim, yang mempertanyakan prosedur penetapan tersangka yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Pentingnya Pemeriksaan Calon Tersangka Menurut Ahli Hukum
Chairul Huda menjelaskan bahwa pemeriksaan calon tersangka merupakan bagian krusial dalam proses hukum. Pemeriksaan ini bukan hanya sekadar formalitas, tetapi harus dilakukan secara substansial. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan kepada calon tersangka untuk memberikan keterangan dan membela diri sebelum status tersangka ditetapkan. Ia menyoroti bahwa keterangan saksi-saksi yang ada harus dikonfirmasi kepada calon tersangka agar proses hukum berjalan adil dan transparan. Ahli hukum ini menekankan bahwa keterangan dari para saksi, meskipun berjumlah banyak, harus diverifikasi dan dikonfrontasi dengan calon tersangka sebelum penetapan status hukum yang lebih lanjut.
Konfirmasi Keterangan Saksi kepada Calon Tersangka
Kuasa hukum Nadiem Makarim, Hotman Paris, menyoroti bahwa dalam kasus ini terdapat 117 saksi yang telah diperiksa. Hotman Paris mempertanyakan apakah semua keterangan dari 117 saksi tersebut telah dikonfirmasi kepada calon tersangka. Chairul Huda menjawab dengan tegas bahwa orang yang berpotensi menjadi tersangka memang harus diperiksa sesuai dengan substansi perkaranya. Hal ini penting agar calon tersangka memiliki kesempatan untuk memberikan klarifikasi dan membantah tuduhan yang mungkin muncul dari keterangan saksi-saksi. Proses konfirmasi ini esensial untuk menghindari penetapan tersangka yang prematur atau berdasarkan informasi yang tidak akurat.
Putusan MK dan Implikasi Pemeriksaan Calon Tersangka
Chairul Huda menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengisyaratkan pentingnya pemeriksaan calon tersangka dalam proses hukum. Ia mengungkapkan bahwa dirinya pernah menjadi ahli yang memberikan pendapat di MK terkait pengujian ketentuan tersebut. Menurutnya, prosedur pemeriksaan calon tersangka bertujuan untuk mencegah penetapan tersangka yang sepihak dan subjektif dari penyidik. Putusan MK ini memberikan landasan hukum yang kuat untuk memastikan bahwa hak-hak calon tersangka dilindungi sejak awal proses penyidikan. Dengan demikian, pemeriksaan calon tersangka menjadi mekanisme kontrol terhadap potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum.
Substansi Pemeriksaan dan Keterangan yang Memberatkan
Chairul Huda menekankan bahwa aparat penegak hukum harus sungguh-sungguh memperhatikan setiap keterangan yang diberikan oleh orang yang berpotensi menjadi tersangka. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara mendalam dan komprehensif, sehingga aparat penegak hukum dapat memahami duduk perkara secara utuh. Ia menjelaskan bahwa meskipun seseorang dipanggil sebagai saksi, namun jika dari pemeriksaan tersebut muncul indikasi yang kuat bahwa orang tersebut terlibat dalam tindak pidana, maka ia harus diperiksa sebagai calon tersangka. Hal ini penting untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan adil dan tidak merugikan pihak mana pun. Pemeriksaan yang substansial juga membantu menghindari kesalahan dalam penetapan tersangka dan memastikan bahwa hanya orang yang benar-benar bersalah yang diproses secara hukum.