Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini meralat pernyataan terkait status kewarganegaraan Mohammad Riza Chalid (MRC) dan Jurist Tan (JT) setelah pencabutan paspor mereka. Awalnya, Kejagung menyatakan bahwa keduanya menjadi stateless atau tidak memiliki kewarganegaraan setelah paspor mereka dicabut. Namun, belakangan, Kejagung mengklarifikasi bahwa pencabutan paspor tidak secara otomatis menghilangkan kewarganegaraan seseorang. Klarifikasi ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, melalui pesan singkat kepada media. Kasus ini menjadi sorotan karena implikasinya terhadap proses hukum yang sedang berjalan dan hak-hak individu yang bersangkutan.
Implikasi Pencabutan Paspor pada Status Hukum
Pencabutan paspor memiliki konsekuensi signifikan terhadap kemampuan seseorang untuk melakukan perjalanan internasional dan tinggal di negara asing. Menurut Anang Supriatna, dengan dicabutnya paspor, Riza Chalid dan Jurist Tan tidak lagi memiliki dokumen perjalanan yang sah untuk masuk atau keluar dari suatu negara. Mereka hanya bisa kembali ke Indonesia dengan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) atau berpotensi menjadi imigran ilegal (overstay) di negara tempat mereka berada.
- Pembatasan Perjalanan: Paspor adalah dokumen penting untuk perjalanan internasional. Tanpa paspor yang valid, seseorang akan kesulitan untuk melintasi perbatasan negara.
- Potensi Deportasi: Jika Riza Chalid dan Jurist Tan overstay di negara asing, mereka bisa dideportasi karena dianggap sebagai imigran ilegal.
- Ketergantungan pada SPLP: Untuk kembali ke Indonesia, mereka harus mengurus SPLP, yang merupakan dokumen pengganti paspor yang dikeluarkan oleh perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Status Kewarganegaraan Pasca-Pencabutan Paspor
Meskipun paspor dicabut, status kewarganegaraan seseorang tidak serta merta hilang. Ini adalah poin penting yang ditekankan oleh Kejagung dalam ralatnya. Kewarganegaraan seseorang diatur oleh undang-undang dan tidak otomatis berubah hanya karena pencabutan paspor. Jadi, meskipun Riza Chalid dan Jurist Tan tidak lagi memiliki paspor yang valid, mereka tetap warga negara Indonesia sampai ada proses hukum lebih lanjut yang mencabut kewarganegaraan mereka.
Koordinasi dengan Negara Lain Terkait Izin Tinggal
Kejagung juga menyoroti pentingnya koordinasi dengan pemerintah negara lain terkait izin tinggal Riza Chalid dan Jurist Tan. Menurut Anang Supriatna, izin tinggal di suatu negara biasanya diberikan berdasarkan paspor yang valid. Jika paspor seseorang dicabut, maka izin tinggalnya juga seharusnya dicabut oleh pemerintah negara tersebut. Hal ini akan semakin mempersulit Riza Chalid dan Jurist Tan untuk tetap berada di negara asing dan berpotensi mempercepat proses deportasi mereka kembali ke Indonesia.
Klarifikasi Kejagung Terkait Status Stateless
Pernyataan awal Kejagung yang menyebut Riza Chalid dan Jurist Tan stateless setelah pencabutan paspor menimbulkan kebingungan. Anang Supriatna kemudian mengklarifikasi bahwa pernyataan tersebut tidak tepat dan pencabutan paspor tidak otomatis membuat seseorang kehilangan kewarganegaraannya. Klarifikasi ini penting untuk menghindari kesalahpahaman dan memberikan kepastian hukum terkait status kedua tersangka. Proses pencabutan paspor diajukan penyidik dan dikabulkan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.