Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, mendapat dukungan dari sejumlah tokoh antikorupsi terkait gugatan praperadilan kasus pengadaan laptop Chromebook. Dua belas tokoh, termasuk mantan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan seorang Jaksa Agung, mengajukan amicus curiae, atau pendapat hukum sebagai sahabat pengadilan, dalam permohonan praperadilan yang diajukan oleh Nadiem. Pendapat hukum ini diajukan dalam perkara pemeriksaan permohonan praperadilan nomor 119/Pid.Pra/2025/PN Jkt.Sel pada Jumat, 3 Oktober 2025. Amicus curiae adalah pihak yang merasa memiliki kepentingan dalam suatu perkara dan memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. Namun, peran mereka terbatas pada memberikan opini dan tidak melakukan perlawanan atau memaksa hakim. Tindakan ini menunjukkan adanya perhatian serius terhadap proses hukum yang sedang berjalan dan keinginan untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Dukungan Amicus Curiae untuk Nadiem Makarim
Pengajuan amicus curiae oleh 12 tokoh antikorupsi ini menjadi sorotan publik. Inisiatif ini menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap proses penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menyeret nama Nadiem Makarim. Para tokoh ini, dengan pengalaman dan reputasi mereka di bidang hukum dan pemberantasan korupsi, memberikan pandangan yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan penting bagi hakim dalam memutuskan perkara praperadilan ini. Kehadiran amicus curiae ini juga memperlihatkan bahwa kasus ini bukan hanya persoalan hukum semata, tetapi juga menyangkut kepentingan publik yang lebih luas, terutama dalam hal penegakan hukum yang adil dan transparan.
Tujuan Pengajuan Pendapat Hukum Amicus Curiae
Peneliti senior pada Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Arsil, yang juga merupakan salah satu amicus curiae, menjelaskan bahwa pendapat hukum yang disampaikan bertujuan untuk memberikan masukan kepada hakim ketua mengenai hal-hal penting yang seharusnya diperiksa dalam proses praperadilan terkait sah tidaknya penetapan seseorang sebagai tersangka. Arsil menekankan bahwa pendapat hukum ini tidak hanya ditujukan untuk kasus yang menjerat Nadiem Makarim, tetapi juga sebagai pengingat bagi penegak hukum untuk menjalankan prosedur penetapan tersangka secara umum. Hal ini bertujuan untuk menegakkan prinsip fair trial dalam penegakan hukum di Indonesia dan memastikan bahwa setiap orang diperlakukan secara adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian, amicus curiae ini berfungsi sebagai kontrol terhadap potensi penyalahgunaan wewenang dalam proses hukum.
Daftar Tokoh Antikorupsi yang Mengajukan Diri sebagai Amicus Curiae
Berikut adalah daftar 12 tokoh antikorupsi yang mengajukan diri sebagai amicus curiae dalam praperadilan Nadiem Makarim:
- Mantan Pimpinan KPK
- Jaksa Agung
- [Daftar nama lengkap tidak tersedia dalam artikel, namun poin ini menunjukkan adanya dukungan luas dari berbagai kalangan.]
Keberadaan nama-nama besar dalam daftar ini menunjukkan keseriusan mereka dalam mengawal kasus ini dan memberikan kontribusi positif bagi penegakan hukum yang berkeadilan.
Gugatan Praperadilan Menyoal Status Tersangka Nadiem
Gugatan praperadilan ini diajukan terkait penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Pihak Nadiem menilai bahwa penetapan tersangka tersebut tidak sah dengan beberapa pertimbangan, salah satunya adalah dugaan kerugian negara yang seharusnya dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kubu Nadiem berargumen bahwa perhitungan kerugian negara yang seharusnya dilakukan oleh BPK atau BPKP tidak ada dalam kasus ini, sehingga penetapan tersangka dianggap tidak memenuhi syarat.
Argumen Pihak Nadiem Makarim terkait Status Tersangka
Pihak Nadiem Makarim berpendapat bahwa penetapan tersangka terhadap dirinya tidak sah karena tidak adanya dua alat bukti permulaan yang cukup, termasuk bukti audit kerugian negara dari instansi yang berwenang, yaitu BPK atau BPKP. Mereka juga berargumen bahwa penahanan yang dilakukan otomatis tidak sah jika penetapan tersangka juga tidak sah. Oleh karena itu, mereka meminta pengadilan untuk membatalkan penetapan tersangka oleh Kejagung. Argumen ini menekankan pentingnya bukti yang kuat dan proses yang sesuai dengan hukum dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Tanggapan Kejaksaan Agung atas Kasus Nadiem Makarim
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek pada 2019-2022. Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menyatakan bahwa Nadiem melanggar sejumlah aturan dalam kasus tersebut, termasuk Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, dan Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018. Kejagung memperkirakan kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pengadaan TIK tersebut senilai kurang lebih Rp 1.980.000.000.000, yang saat ini masih dalam penghitungan oleh BPKP. Penjelasan ini menunjukkan dasar hukum yang digunakan oleh Kejagung dalam menetapkan Nadiem sebagai tersangka.