Yogyakarta menargetkan penghentian epidemi HIV/AIDS pada tahun 2030 melalui strategi Three Zero: tanpa kasus baru, kematian akibat HIV/AIDS, serta stigma dan diskriminasi terhadap ODHIV. Pemerintah Kota Yogyakarta telah menetapkan Rencana Aksi Daerah (RAD) Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS dan IMS Tahun 2023–2027 sebagai panduan bagi seluruh pihak terkait untuk mempercepat penanggulangan HIV/AIDS. Langkah ini sejalan dengan komitmen global dan nasional untuk mengakhiri epidemi tersebut. Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah dan komunitas dalam mencapai target ini, terutama dalam memberikan layanan kesehatan inklusif dan bebas stigma bagi populasi kunci. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah mobilitas penduduk yang tinggi, yang dapat menyebabkan kasus baru HIV/AIDS sulit terdeteksi. Selain itu, stigma sosial dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS juga menjadi hambatan besar dalam upaya penanggulangan.
Target Eliminasi HIV/AIDS di Yogyakarta pada Tahun 2030
Pemerintah Kota Yogyakarta sangat berkomitmen untuk mengakhiri epidemi HIV/AIDS pada tahun 2030. Komitmen ini diwujudkan melalui berbagai program dan kebijakan yang bertujuan untuk mencapai Three Zero. Strategi ini berfokus pada pencegahan kasus baru, memastikan tidak ada kematian akibat HIV/AIDS, dan menghapus stigma serta diskriminasi terhadap ODHIV. Langkah-langkah konkret yang telah diambil termasuk penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS dan IMS Tahun 2023–2027. RAD ini menjadi pedoman bagi seluruh pihak terkait, termasuk dinas kesehatan, komunitas, dan organisasi masyarakat sipil, dalam melaksanakan program-program penanggulangan HIV/AIDS secara terkoordinasi dan efektif. Pemerintah Kota juga mengadopsi strategi 95-95-95 untuk memastikan ODHIV mengetahui statusnya, menjalani pengobatan ARV, dan mencapai viral load tersupresi.
Penerapan Strategi Three Zero untuk Mengakhiri Epidemi
Strategi Three Zero merupakan pilar utama dalam upaya mengakhiri epidemi HIV/AIDS di Kota Yogyakarta. Implementasinya melibatkan berbagai program pencegahan, pengobatan, dan penanggulangan stigma. Untuk mencapai zero kasus baru, Pemkot berfokus pada peningkatan kesadaran masyarakat tentang HIV/AIDS, promosi perilaku seks aman, dan penyediaan layanan tes HIV yang mudah diakses. Upaya pencegahan juga menyasar populasi kunci seperti pekerja seks, pengguna narkoba suntik, dan laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki (LSL). Untuk mencapai zero kematian akibat HIV/AIDS, Pemkot memastikan semua ODHIV mendapatkan akses ke pengobatan ARV yang berkualitas dan berkelanjutan. Selain itu, pendampingan psikososial juga diberikan untuk membantu ODHIV mengatasi rasa putus asa dan meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan. Zero stigma dan diskriminasi dicapai melalui edukasi masyarakat, kampanye anti-stigma, dan pelatihan bagi petugas kesehatan dan aparat penegak hukum.
Strategi Percepatan 95-95-95 dalam Penanggulangan HIV/AIDS
Strategi percepatan 95-95-95 menjadi fokus utama dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Yogyakarta. Target pertama, 95% ODHIV mengetahui statusnya, dicapai melalui peningkatan layanan tes HIV yang mudah diakses dan terjangkau. Pemkot menyediakan layanan tes HIV gratis di berbagai fasilitas kesehatan, termasuk puskesmas, rumah sakit, dan klinik swasta. Selain itu, juga dilakukan kegiatan mobile testing dan outreach ke komunitas-komunitas rentan. Target kedua, 95% ODHIV menjalani pengobatan ARV, dicapai melalui penyediaan pengobatan ARV gratis dan berkelanjutan. Pemkot memastikan ketersediaan ARV di seluruh fasilitas kesehatan dan memberikan pendampingan kepada ODHIV untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan. Target ketiga, 95% ODHIV yang menjalani pengobatan memiliki viral load tersupresi, dicapai melalui pemantauan rutin viral load dan pemberian dukungan kepada ODHIV untuk mengatasi efek samping pengobatan.
Tantangan dan Hambatan dalam Mencapai Target
Meskipun memiliki komitmen yang kuat dan strategi yang jelas, Kota Yogyakarta menghadapi berbagai tantangan dan hambatan dalam mencapai target Three Zero. Salah satu tantangan utama adalah tingginya mobilitas penduduk, yang menyebabkan kasus baru HIV/AIDS sulit terdeteksi. Pendatang baru yang belum terdeteksi status HIV-nya dapat menjadi sumber penularan baru. Tantangan lainnya adalah stigma sosial dan diskriminasi terhadap ODHIV, yang masih menjadi persoalan besar di masyarakat. Stigma dan diskriminasi dapat menghambat ODHIV untuk mengakses layanan kesehatan dan pengobatan, serta dapat menyebabkan mereka merasa malu dan terisolasi. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat tentang HIV/AIDS juga menjadi hambatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan.
Peran Komunitas dan Yayasan dalam Pendampingan ODHIV
Komunitas dan yayasan seperti Yayasan Vesta Indonesia memainkan peran penting dalam pendampingan ODHIV di Kota Yogyakarta. Mereka memberikan dukungan psikososial, edukasi, dan advokasi kepada ODHIV dan keluarga mereka. Anggota komunitas dan yayasan seringkali adalah penyintas HIV, sehingga mereka memiliki pengalaman dan pemahaman yang mendalam tentang tantangan yang dihadapi oleh ODHIV. Pendampingan yang dilakukan oleh teman senasib terbukti sangat efektif karena ODHIV merasa lebih nyaman dan percaya untuk berbagi masalah dan mendapatkan dukungan. Yayasan Vesta Indonesia juga berperan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang HIV/AIDS dan menghilangkan stigma serta diskriminasi terhadap ODHIV.
Ketersediaan Layanan Kesehatan Gratis untuk HIV/AIDS
Pemerintah Kota Yogyakarta berkomitmen untuk menyediakan layanan kesehatan gratis bagi masyarakat yang ingin melakukan pemeriksaan dan pengobatan HIV/AIDS. Semua layanan pemeriksaan untuk melihat kondisi kekebalan tubuh pasien, dapat diakses secara gratis di berbagai fasilitas kesehatan. Langkah ini diambil untuk memastikan tidak ada hambatan finansial bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan yang dibutuhkan. Pemerintah Kota juga terus berupaya untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan memperluas akses ke layanan tersebut, terutama bagi populasi kunci dan kelompok rentan.
Hambatan Retribusi Layanan Kesehatan bagi Kelompok Rentan
Salah satu kendala utama dalam penanganan HIV/AIDS di Kota Yogyakarta adalah masih adanya hambatan terkait pembayaran retribusi layanan kesehatan bagi populasi kunci atau kelompok rentan. Meskipun pemerintah telah mulai memberikan bantuan terhadap biaya retribusi layanan kesehatan sejak tahun ini, dukungan tersebut masih perlu diperkuat. Yayasan Vesta Indonesia berharap agar pemerintah dapat memberikan pembebasan retribusi bagi kelompok rentan dan memperkuat sinergi antara Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dalam hal edukasi dan pembebasan retribusi bagi kelompok rentan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang sama terhadap layanan kesehatan, tanpa memandang status sosial atau ekonomi mereka.