Dua tahun sudah konflik di Gaza berlangsung sejak Oktober 2023. Peristiwa ini menjadi catatan kelam dengan ribuan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang masif. Namun, di tengah konflik yang berkepanjangan, sebuah fenomena menarik terjadi di Israel. Cadangan devisa negara tersebut justru melesat tinggi, mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Sementara itu, bagaimana dengan kondisi cadangan devisa Indonesia di tengah dinamika ekonomi global? Apakah mampu bertahan dan memberikan ketahanan bagi Rupiah? Artikel ini akan membahas perbandingan kondisi cadangan devisa kedua negara, faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta implikasinya terhadap stabilitas ekonomi masing-masing. Mari kita telaah lebih dalam bagaimana Israel mampu mencatatkan kinerja yang impresif di tengah tantangan geopolitik, dan bagaimana Indonesia berupaya menjaga stabilitas ekonominya.
Lonjakan Cadangan Devisa Israel di Tengah Perang
Di tengah konflik yang masih berkecamuk, cadangan devisa Israel justru mengalami peningkatan yang signifikan. Data dari Bank of Israel (BoI) menunjukkan bahwa pada akhir Agustus 2025, cadangan devisa mencapai US$230,32 miliar. Angka ini naik dari US$226,76 miliar pada Juli 2025, dan melonjak tajam dibandingkan US$198,55 miliar pada September 2023, saat perang baru saja dimulai. Peningkatan ini setara dengan 16% dalam kurun waktu dua tahun.
Kenaikan cadangan devisa Israel pada Agustus 2025 mencapai US$3,55 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. BoI menjelaskan bahwa peningkatan ini terutama disebabkan oleh revaluasi nilai aset valuta asing yang menambah sekitar US$3,76 miliar. Sebagian lainnya diimbangi oleh aktivitas valas pemerintah Israel yang sekitar US$209 juta. Secara tahunan, cadangan devisa Israel telah melonjak US$12,9 miliar dari Agustus 2024 yang sebesar US$217,37 miliar, dan naik hampir US$32 miliar dibandingkan awal masa perang pada September 2023. Rasio cadangan devisa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kini mencapai 41%, memperkuat kredibilitas kebijakan dan menyediakan amunisi untuk mengelola volatilitas mata uang Shekel di tengah ketidakpastian keamanan dan pembiayaan.
BoI menegaskan bahwa cadangan devisa yang besar membantu menstabilkan pasar keuangan, menopang kepercayaan investor, dan menjadi bantalan ketika bank sentral perlu menghaluskan gejolak kurs. Hal ini kontras dengan periode Oktober 2023 saat bank sentral Israel menjual valas untuk menahan pelemahan tajam Shekel. Rekor baru ini menandai pemulihan berkelanjutan sejak fase tersebut.
Penguatan Shekel Pasca Pelemahan Awal
Nilai tukar Shekel Israel sempat mengalami pelemahan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di awal serangan ke Gaza pada Oktober 2023. Pada 9 Oktober 2023, Shekel melemah 2,73% ke level ILS 3,943/US$. Pelemahan ini berlanjut hingga menyentuh level terlemah pada 25 Oktober 2023 di level ILS 4,085/US$. Secara total, sejak awal perang, Shekel melemah hampir 6% terhadap greenback.
Namun, setelah pelemahan tersebut, Shekel berhasil membalikkan keadaan dan menguat. Hingga penutupan perdagangan Senin (6/10/2025), Shekel ditutup pada posisi ILS 3,267/US$, terapresiasi hingga 20% dari level terlemahnya. Pemulihan ini menunjukkan ketahanan ekonomi Israel di tengah gejolak yang terjadi.
Perbandingan dengan Kondisi Cadangan Devisa Indonesia
Bank Indonesia (BI) baru saja merilis data posisi cadangan devisa RI pada akhir September 2025. Data tersebut menunjukkan penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Cadangan devisa RI pada akhir September 2025 tercatat sebesar US$148,7 miliar, lebih rendah dibandingkan Agustus 2025 yang sebesar US$150,7 miliar. Terjadi penurunan sekitar US$2 miliar dalam sebulan.
Jika dibandingkan dengan periode ketika perang Gaza dimulai pada September 2023, cadangan devisa Indonesia memang naik tipis dari US$146,4 miliar menjadi US$148,7 miliar. Pertumbuhan ini hanya sekitar 1,6% dalam dua tahun. Angka ini berbanding terbalik dengan Israel yang justru menambah lebih dari US$31 miliar cadangan devisanya di periode yang sama, atau tumbuh 16%.
Faktor Penurunan Cadev RI
Menurut Bank Indonesia, penurunan cadangan devisa pada September 2025 utamanya disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, pembayaran utang luar negeri pemerintah. Kedua, intervensi di pasar valuta asing guna menstabilkan nilai tukar Rupiah yang sempat tertekan oleh penguatan dolar AS. Upaya stabilisasi nilai tukar ini penting untuk menjaga kepercayaan investor dan menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan.