Menganalisis ulang data lama dengan teknologi terkini menjadi tren yang menarik perhatian para ilmuwan. Implikasi dari analisis ulang ini sangat signifikan, terutama dalam bidang astrobiologi. Salah satu topik yang menjadi perdebatan hangat adalah potensi kehidupan di Venus, khususnya di lapisan awannya. Beberapa lapisan awan Venus memiliki kondisi yang mirip dengan Bumi dalam hal tekanan dan suhu. Sebuah studi baru dari tim peneliti Amerika Serikat menambah dimensi baru dalam perdebatan ini. Mereka menganalisis ulang data dari misi Pioneer ke Venus yang diluncurkan oleh NASA pada tahun 1970-an, dan menemukan fakta menarik. Awan Venus ternyata sebagian besar mengandung air. Penemuan ini mengubah pemahaman kita tentang komposisi awan Venus dan membuka peluang baru untuk penelitian tentang potensi kehidupan di sana.
Penemuan Kandungan Air di Awan Venus
Air yang ditemukan di awan Venus berbeda dengan air yang kita kenal di Bumi. Dihidrogen monoksida di awan Venus terikat dalam material terhidrasi, bukan sebagai tetesan air murni. Meskipun demikian, penemuan ini merupakan perubahan besar dari pemahaman sebelumnya. Selama ini, awan Venus dianggap sebagian besar terdiri dari asam sulfat. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa asam sulfat masih ada, tetapi hanya sekitar 22% dari materi awan. Mayoritasnya adalah air yang terikat dalam senyawa hidrat.
Data ini diperoleh dari dua instrumen pada Pioneer Venus Large Probe, yaitu Neutral Mass Spectrometer (LNMS) dan Gas Chromatograph (LGC). Kedua instrumen ini dirancang untuk mengukur gas atmosfer. Para peneliti menyadari bahwa saluran masuk instrumen tersumbat oleh partikel aerosol dari awan saat wahana turun melalui atmosfer Venus yang lebih tebal. Penyumbatan ini ditandai dengan penurunan signifikan kadar CO2. Alih-alih menganggap ini sebagai kegagalan instrumen, mereka memanfaatkan data ini untuk menganalisis jenis aerosol yang terperangkap di saluran masuk. Mereka menganalisis suhu pembakaran aerosol untuk mengetahui komposisinya.
Proses Analisis Data Misi Pioneer Venus
Saat wahana terus turun melalui atmosfer, aerosol meleleh pada suhu yang berbeda. Hal ini memungkinkan para peneliti untuk menganalisis gas yang dilepaskan pada suhu tersebut. Proses ini membantu mereka memahami komposisi aerosol dan awan secara keseluruhan. Lonjakan besar dalam air terdeteksi pada suhu 185 derajat Celcius dan 414 derajat Celcius. Ini mengindikasikan keberadaan hidrat seperti ferri sulfat terhidrasi dan magnesium sulfat terhidrasi. Air merupakan bagian terbesar dari aerosol, mencapai 62%, meskipun sebagian besar terikat dalam hidrat.
Selain air, asam sulfat juga terdeteksi dalam aerosol. Asam sulfat muncul sebagai SO2 pada suhu sekitar 215 derajat Celcius. Menariknya, ada pelepasan SO2 lain pada sekitar 397 derajat Celcius, yang menunjukkan adanya senyawa sulfat lain yang lebih stabil secara termal. Keberadaan besi juga terdeteksi melalui lonjakan ion besi pada suhu yang sama dengan lonjakan SO2 kedua. Kombinasi ini mengindikasikan adanya besi sulfat, yang terurai menjadi oksida besi dan oksida sulfur pada suhu tersebut.
Implikasi Penemuan Air Terhadap Potensi Kehidupan di Venus
Keberadaan air yang signifikan di awan Venus memecahkan misteri perbedaan data yang dikumpulkan oleh wahana yang turun langsung ke awan dan wahana yang memindai dari jarak jauh. Perangkat penginderaan jarak jauh tidak dapat mendeteksi air yang terikat dalam hidrat, sehingga perhitungan kandungan air total menjadi kurang akurat. Penemuan ini memiliki implikasi besar bagi pencarian kehidupan di awan Venus. Selama ini, kelangkaan air menjadi argumen utama yang menentang kemungkinan adanya kehidupan. Ternyata, air jauh lebih melimpah dari perkiraan sebelumnya, meskipun kondisinya agak asam bagi sebagian besar mikroba di Bumi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami potensi kehidupan di lingkungan yang unik ini. Keberadaan besi sulfat juga memunculkan pertanyaan baru tentang asal usul besi tersebut, yang diduga berasal dari debu kosmik yang bereaksi dengan awan asam.