Forum Peduli AIDS (FPA) Bali mengusulkan penambahan kurikulum edukasi seksual di sekolah-sekolah sebagai langkah strategis dalam pencegahan dan penanganan HIV/AIDS sejak dini. Usulan ini muncul sebagai respons terhadap peningkatan kasus HIV/AIDS, terutama di kalangan pelajar, dan sebagai upaya untuk mencapai target eliminasi AIDS pada tahun 2030. Kurikulum ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang komprehensif mengenai kesehatan reproduksi, pencegahan penyakit menular seksual, dan penanganan kasus HIV/AIDS. Selain itu, FPA Bali menekankan pentingnya menghilangkan stigma negatif yang seringkali menghalangi orang untuk melakukan pemeriksaan dan mendapatkan pengobatan yang diperlukan.
Urgensi Edukasi Seksual dalam Kurikulum Sekolah
Ketua FPA Bali, Oka Negara, menekankan bahwa edukasi seksual melalui kurikulum sekolah sangat penting karena aktivitas seksual seringkali bersifat pribadi dan tersembunyi. Berbeda dengan masalah kesehatan lain seperti merokok atau penggunaan narkoba, perilaku seksual berisiko sulit dideteksi dan diintervensi. Oleh karena itu, memberikan pengetahuan yang tepat dan terstruktur melalui kurikulum menjadi kunci untuk membentuk perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab sejak usia dini. Edukasi ini diharapkan dapat membekali generasi muda dengan informasi yang akurat dan relevan, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang bijaksana mengenai kesehatan seksual mereka.
Mengatasi Stigma dan Meningkatkan Kesadaran
Selain memberikan informasi tentang pencegahan, kurikulum yang diusulkan juga bertujuan untuk mengatasi stigma negatif yang terkait dengan HIV/AIDS. Stigma ini seringkali menjadi penghalang bagi orang yang berisiko atau telah terinfeksi untuk mencari bantuan medis dan dukungan sosial. Dengan memasukkan materi tentang penanganan HIV/AIDS dan pentingnya dukungan bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA), kurikulum ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan mengurangi diskriminasi di masyarakat. Hal ini akan mendorong lebih banyak orang untuk melakukan tes HIV secara sukarela dan mendapatkan pengobatan yang diperlukan jika terinfeksi.
Materi yang Diusulkan dalam Kurikulum Edukasi Seksual
Baca Juga
Kurikulum edukasi seksual yang diusulkan tidak hanya mencakup informasi tentang bahaya aktivitas seksual berisiko, tetapi juga langkah-langkah pencegahan penularan penyakit menular seksual, termasuk penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom. Selain itu, kurikulum juga akan membahas pentingnya penanganan dini dan akses terhadap obat-obatan antiretroviral (ARV) yang dapat menekan penyebaran virus HIV.
Integrasi Materi ke dalam Mata Pelajaran yang Relevan
Oka Negara menyarankan agar materi edukasi seksual diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang relevan, seperti biologi untuk jenjang IPA dan sosiologi untuk jenjang IPS. Dengan cara ini, materi akan disampaikan secara terstruktur dan kontekstual, sehingga lebih mudah dipahami dan diterima oleh siswa. Untuk siswa sekolah dasar, materi dapat disederhanakan menjadi edukasi tentang pola hidup sehat, pertemanan sehat, dan pencegahan kekerasan seksual. Jika integrasi ke dalam kurikulum formal tidak memungkinkan, sekolah dapat menyediakan buku panduan atau materi edukasi tambahan yang relevan.
Optimisme dalam Mencapai Target Eliminasi AIDS 2030
FPA Bali optimis bahwa dengan implementasi kurikulum edukasi seksual yang komprehensif, target eliminasi AIDS pada tahun 2030 dapat tercapai. Edukasi yang tepat dan terstruktur akan membekali generasi muda dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melindungi diri mereka sendiri dan orang lain dari HIV/AIDS.
Data Kasus HIV/AIDS di Bali
Data menunjukkan bahwa pada tahun 2024, terdapat 2.006 kasus positif HIV/AIDS di Bali, dan pada periode Januari-Juli 2025, terdapat 1.193 kasus. FPA Bali dan Yayasan Kerti Praja Dewa juga menemukan peningkatan kasus pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) dan pada usia yang semakin muda. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan dan penanganan HIV/AIDS perlu ditingkatkan dan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok-kelompok rentan.
Pentingnya Menghilangkan Stigma dan Diskriminasi
Tantangan utama dalam penanganan HIV/AIDS adalah menghilangkan stigma dan diskriminasi di masyarakat. Stigma ini seringkali membuat orang enggan untuk melakukan pemeriksaan dan mendapatkan pengobatan, sehingga penyebaran virus terus berlanjut. Oleh karena itu, edukasi yang komprehensif dan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan inklusif bagi orang dengan HIV/AIDS.