Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus mengembangkan riset berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk mendukung aktivitas penyandang disabilitas. Fokus utama dari riset ini adalah pengembangan sistem speech recognition atau pengenalan suara dan facial expression recognition atau pengenalan ekspresi wajah. Teknologi ini diharapkan dapat memberikan solusi inovatif yang inklusif, membuka aksesibilitas yang lebih luas bagi penyandang disabilitas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk komunikasi, pendidikan, dan pekerjaan.
Pengembangan teknologi AI untuk penyandang disabilitas bukan hanya tentang menciptakan alat bantu, tetapi juga tentang membangun jembatan yang menghubungkan mereka dengan dunia di sekitar. BRIN menyadari bahwa teknologi harus dapat diakses oleh semua pihak tanpa terkecuali, dan pemanfaatan AI adalah salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut. Dengan riset yang berkelanjutan dan kolaborasi dengan berbagai pihak, BRIN berkomitmen untuk menciptakan inovasi yang benar-benar inklusif dan memberikan dampak positif bagi kehidupan penyandang disabilitas.
Riset Speech Recognition untuk Komunikasi yang Lebih Alami
Riset speech recognition yang dikembangkan BRIN bertujuan untuk menciptakan sistem pengenalan suara yang lebih alami dan efisien. Hilman Ferdinandus Pardede, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber BRIN, menjelaskan bahwa teknologi ini memungkinkan komunikasi yang lebih manusiawi karena pengguna tidak perlu lagi menyentuh atau melihat perangkat, cukup dengan menggunakan suara. Hal ini sangat membantu penyandang disabilitas yang memiliki keterbatasan fisik.
Tantangan dan Inovasi dalam Pengembangan Speech Recognition
Pengembangan speech recognition tidaklah mudah. Tantangan besar yang dihadapi antara lain adalah adaptasi terhadap berbagai aksen, kebisingan lingkungan, dan kondisi pengguna yang beragam. Oleh karena itu, BRIN terus berupaya menciptakan inovasi yang efisien dan hemat sumber daya agar teknologi ini dapat diakses oleh lebih banyak orang, termasuk mereka yang menggunakan perangkat sederhana. Tujuannya adalah agar AI benar-benar menjadi sarana pemerataan akses teknologi.
- Adaptasi terhadap berbagai aksen daerah.
- Mengurangi dampak kebisingan lingkungan.
- Memastikan akurasi pada berbagai kondisi pengguna.
Facial Expression Recognition sebagai Sarana Komunikasi Alternatif
Selain speech recognition, BRIN juga mengembangkan riset facial expression recognition atau pengenalan ekspresi wajah. Gembong Satrio Wibowanto, Perekayasa Ahli Madya di pusat riset yang sama, menyoroti bahwa teknologi ini dapat menjadi sarana komunikasi alternatif bagi individu dengan keterbatasan verbal. Penelitian BRIN difokuskan pada pengembangan sistem yang adaptif terhadap ekspresi wajah pengguna dan dapat bekerja secara real-time.
Pengembangan Sistem yang Adaptif dan Real-Time
Sistem facial expression recognition yang dikembangkan BRIN diharapkan mampu mendeteksi emosi pengguna secara akurat sehingga interaksi antara manusia dan mesin dapat berlangsung lebih empatik dan intuitif. Teknologi ini membuka peluang baru bagi penyandang disabilitas untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka dengan cara yang lebih mudah dan efektif.
Aksesibilitas Teknologi untuk Semua
Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber BRIN, Anto Satriyo Nugroho, menegaskan bahwa teknologi harus dapat diakses oleh semua pihak tanpa terkecuali. Ia mencontohkan screen reader bagi penyandang disabilitas netra dan speech recognition bagi mereka yang kesulitan mendengar sebagai contoh teknologi yang membantu inovasi untuk para penyandang disabilitas dalam beraktivitas sehari-hari.
Perspektif Hak dalam Pengembangan Teknologi Inklusif
Komisioner di Komisi Nasional Disabilitas, Rachmita Maun Harahap, menyoroti pentingnya perspektif hak dalam pengembangan teknologi. Ia menekankan bahwa teknologi harus dimanfaatkan untuk memperjuangkan kesetaraan, bukan sekadar bentuk belas kasihan. Berbagai inovasi berbasis AI seperti speech-to-text dan text-to-speech telah membawa dampak besar bagi penyandang disabilitas netra maupun rungu.
Keterlibatan Komunitas Disabilitas dalam Riset
Rachmita menambahkan bahwa teknologi tersebut tidak hanya mempermudah komunikasi, tetapi juga membuka peluang baru dalam dunia pendidikan dan pekerjaan. Kebijakan publik yang berpihak serta keterlibatan komunitas disabilitas dalam proses riset menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan ekosistem teknologi yang benar-benar inklusif.