Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan bahwa pencampuran etanol hingga 10 persen ke dalam bensin berpotensi signifikan mengurangi kandungan sulfur dalam Bahan Bakar Minyak (BBM). Pernyataan ini muncul di tengah upaya pemerintah untuk menekan polusi udara dan beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Kandungan sulfur yang tinggi dalam BBM menjadi perhatian utama karena dampaknya terhadap kualitas udara dan kesehatan masyarakat. Langkah ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai standar emisi yang lebih ketat dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil impor. Implementasi kebijakan ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi lingkungan dan mendorong pengembangan industri etanol dalam negeri, khususnya melalui program food estate. Dengan memanfaatkan sumber daya alam lokal seperti jagung, tebu, dan singkong, Indonesia dapat mengurangi emisi karbon dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor pertanian dan energi terbarukan.
Mengurangi Kandungan Sulfur dalam BBM melalui Etanol
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq menekankan bahwa pencampuran etanol dapat secara efektif menurunkan kadar sulfur dalam BBM. Saat ini, mayoritas BBM yang beredar di Indonesia memiliki kandungan sulfur yang jauh melebihi standar internasional. Implementasi mandatori etanol 10 persen diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dalam kualitas BBM yang beredar di pasaran. Pengurangan sulfur ini krusial karena sulfur dioksida (SO2) yang dihasilkan dari pembakaran BBM berkontribusi terhadap hujan asam dan masalah pernapasan. Upaya ini juga sejalan dengan tujuan global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memerangi perubahan iklim. Dengan beralih ke bahan bakar yang lebih bersih, Indonesia dapat meningkatkan kualitas udara perkotaan dan melindungi kesehatan masyarakat dari dampak buruk polusi udara.
Standar Euro V dan Kandungan Sulfur BBM di Indonesia
Menteri Hanif menyoroti perbedaan signifikan antara standar Euro V dan kandungan sulfur dalam BBM di Indonesia. Standar Euro V membatasi kandungan sulfur hingga 50 ppm (parts per million), sementara BBM yang beredar di Indonesia saat ini memiliki kandungan sulfur mencapai 1.500 ppm. Perbedaan ini menunjukkan perlunya tindakan segera untuk meningkatkan kualitas BBM dan memenuhi standar lingkungan yang lebih ketat. Pencampuran etanol merupakan salah satu solusi yang menjanjikan untuk menurunkan kandungan sulfur dan membawa Indonesia lebih dekat ke standar Euro V. Dengan adopsi standar yang lebih tinggi, Indonesia dapat bersaing secara global dalam hal kualitas lingkungan dan mengurangi dampak negatif sektor transportasi terhadap kesehatan masyarakat.
Mandatori Etanol 10 Persen dan Dukungan Pemerintah
Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui mandatori pencampuran etanol 10 persen ke dalam BBM, menurut Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi emisi karbon dan mengurangi ketergantungan pada impor BBM. Pemerintah melihat etanol sebagai sumber energi terbarukan yang potensial untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan ketahanan energi nasional. Dukungan pemerintah terhadap pengembangan etanol menunjukkan komitmen untuk menciptakan industri energi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kebijakan ini juga diharapkan dapat menarik investasi di sektor energi terbarukan dan menciptakan lapangan kerja baru di daerah-daerah penghasil bahan baku etanol.
Pengembangan Food Estate dan Produksi Etanol
Proyek pengembangan bahan bakar etanol menjadi salah satu turunan dari proyek utama pengembangan food estate, dengan fokus pada perkebunan tebu seluas 500.000 hektare. Kementerian ESDM menargetkan produksi etanol di Merauke pada tahun 2027, sebagai realisasi dari proyek tersebut. Langkah ini diharapkan dapat mereplikasi keberhasilan Brasil dalam memanfaatkan tebu sebagai sumber energi terbarukan. Pengembangan food estate tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan produksi etanol, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan menciptakan lapangan kerja di daerah-daerah pedesaan. Dengan mengintegrasikan sektor pertanian dan energi, pemerintah berharap dapat menciptakan model pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan berorientasi pada lingkungan.