Dugaan korupsi dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 di Mempawah, Kalimantan Barat, telah menyeret sejumlah nama penting. Proyek yang mangkrak sejak 2008 ini menjadi sorotan setelah adanya indikasi penyimpangan yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Kasus ini, yang awalnya ditangani oleh Polda Kalbar, kemudian diambil alih oleh Kortas Tipikor Bareskrim Polri pada Mei 2024, menunjukkan keseriusan aparat penegak hukum dalam mengungkap praktik korupsi yang merugikan keuangan negara. Penetapan tersangka, termasuk Halim Kalla, adik dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, menambah daftar panjang kasus korupsi yang melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh. Kasus ini juga menjadi pelajaran penting tentang pentingnya pengawasan dan transparansi dalam setiap proyek pembangunan infrastruktur. Proses hukum terhadap para tersangka diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.
Penetapan Tersangka Korupsi PLTU Mempawah
Setelah melalui serangkaian penyelidikan yang mendalam, Kortas Tipikor Polri menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek PLTU 1 Mempawah. Salah satu tersangka yang menjadi perhatian publik adalah Halim Kalla, yang menjabat sebagai Presiden Direktur PT BRN. Selain Halim Kalla, Dirut PLN periode 2008-2009, Fahmi Mochtar, serta RR selaku Direktur PT BRN dan HYL selaku PT Praba juga ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari gelar perkara yang dilakukan pada 3 Oktober 2025, dan diumumkan secara resmi oleh Kakortas Tipikor Polri, Irjen Cahyono Wibowo. Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, hingga saat ini belum ada penahanan yang dilakukan terhadap para tersangka. Langkah selanjutnya yang akan diambil oleh pihak kepolisian adalah melakukan pencegahan agar para tersangka tidak melarikan diri ke luar negeri.
Modus Operandi Korupsi Proyek PLTU
Modus operandi dalam kasus dugaan korupsi proyek PLTU 1 Mempawah ini terindikasi telah terjadi sejak awal perencanaan proyek pada tahun 2008 hingga tahun 2018. Praktik korupsi ini melibatkan permufakatan jahat untuk memenangkan pihak-pihak tertentu dalam proses lelang. Adanya pengaturan-pengaturan yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku menyebabkan proyek mengalami keterlambatan yang signifikan. Bahkan, proyek tersebut mengalami total loss menurut penilaian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dugaan korupsi ini melibatkan pemberian fee atau biaya secara tidak sah kepada pihak-pihak yang tidak memenuhi syarat dalam lelang. Kongkalikong antara Fahmi Mochtar selaku Dirut PLN dengan Halim Kalla dan RR dari PT BRN menjadi salah satu kunci dalam memuluskan praktik korupsi ini. Akibatnya, proyek pembangunan PLTU 1 Mempawah mangkrak dan merugikan keuangan negara.
Peran Para Tersangka dalam Kasus Korupsi
Dalam kasus ini, Fahmi Mochtar (FM) diduga kuat telah melakukan permufakatan dengan Halim Kalla (HK) dan RR untuk memenangkan PT BRN dalam lelang proyek PLTU 1 Kalimantan Barat. FM diduga meloloskan KSO PT BRN dan Alton, meskipun perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat teknis dan administrasi yang ditetapkan. Bahkan, perusahaan Alton dan UGSC diduga tidak tergabung dalam KSO yang dikepalai oleh PT BRN. Selanjutnya, KSO BRN diduga mengalihkan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada pada tahun 2009, dengan imbalan fee kepada KSO BRN dari HYL selaku Direktur PT Praba Indopersada. PT Praba juga diduga tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk mengerjakan proyek tersebut. FM dan RR kemudian melakukan penandatanganan kontrak dengan nilai Rp 1,2 triliun, meskipun mengetahui bahwa perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat.
Kerugian Negara Akibat Korupsi PLTU
Akibat dari praktik korupsi yang terjadi, proyek pembangunan PLTU 1 Mempawah tidak selesai sesuai dengan target yang ditetapkan. Hingga akhir kontrak, KSO BRN maupun PT Praba Indopersada baru menyelesaikan 57 pekerjaan. Meskipun telah dilakukan amandemen sebanyak 10 kali, proyek tetap tidak dapat diselesaikan. Kerugian negara akibat mangkraknya proyek ini ditaksir mencapai lebih dari USD 62 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun. Jumlah kerugian ini berasal dari perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp 323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan sebesar USD 62,4 juta untuk pekerjaan mechanical electrical. Namun, pekerjaan yang dilakukan tidak sebanding dengan dana yang telah dikeluarkan, sehingga menimbulkan kerugian yang signifikan bagi negara.
Proses Hukum dan Pencegahan TPPU
Saat ini, keempat tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek PLTU 1 Mempawah belum ditahan. Namun, pihak kepolisian telah melakukan langkah-langkah pencegahan agar para tersangka tidak melarikan diri ke luar negeri. Selain itu, Bareskrim Polri juga tengah mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terkait dengan kasus korupsi ini. Tersangka yang akan dikenakan TPPU akan segera diumumkan kepada publik. Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh aset yang diperoleh secara tidak sah dari hasil korupsi dapat disita dan dikembalikan kepada negara. Proses hukum yang transparan dan akuntabel diharapkan dapat memberikan keadilan bagi masyarakat dan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.