Israel kembali melancarkan serangan brutal ke Gaza, Palestina, tepat ketika negosiasi gencatan senjata antara mereka dan Hamas akan dimulai di Mesir. Serangan yang terjadi pada Minggu (5/10) itu menyebabkan puluhan orang tewas, sebagian besar adalah pengungsi yang berada di sekitar pusat distribusi bantuan di Rafah. Situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk akibat serangan yang terus menerus terjadi, membuat warga sipil yang tak berdosa menjadi korban.
Reporter Al Jazeera, Hami Mahmoud, melaporkan bahwa gempuran terus berlanjut, menyasar tempat-tempat pengungsian dan Kota Gaza. Warga Palestina berharap dapat beristirahat dengan tenang di malam hari, namun harapan itu sirna akibat serangan yang tiada henti. Serangan ini terjadi di tengah upaya mediasi internasional untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata yang diharapkan dapat mengakhiri konflik yang telah berlangsung lama. Delegasi dari Hamas dan Israel telah tiba di Mesir untuk melakukan perundingan yang dimediasi oleh Amerika Serikat.
Gempuran Israel di Gaza Saat Negosiasi Gencatan Senjata
Serangan brutal Israel di Gaza terjadi saat delegasi Hamas dan Israel bersiap untuk memulai negosiasi gencatan senjata di Mesir. Tindakan ini menimbulkan pertanyaan tentang komitmen Israel terhadap proses perdamaian dan upaya untuk mengakhiri konflik. Gempuran yang menyasar wilayah Rafah, tempat banyak pengungsi mencari perlindungan, menambah penderitaan warga sipil yang sudah terkena dampak perang.
Korban jiwa akibat serangan tersebut terus bertambah, dengan puluhan orang dilaporkan tewas dan banyak lainnya luka-luka. Situasi ini semakin memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza, di mana akses terhadap makanan, air, dan layanan kesehatan sangat terbatas. Masyarakat internasional mengecam keras serangan Israel dan menyerukan agar semua pihak menahan diri dan menghormati hukum humaniter internasional.
Proses Negosiasi Gencatan Senjata di Mesir
Negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas berlangsung di Sharm El Sheikh, Mesir, dengan mediasi dari Amerika Serikat. Delegasi Hamas dipimpin oleh Khalil Al Hayya, sementara delegasi Israel dipimpin oleh Ron Dermer. Amerika Serikat menunjuk utusan khusus untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dan Jared Kushner sebagai mediator dalam perundingan tersebut.
Hamas mengajukan tuntutan yang mencakup mekanisme gencatan senjata, penarikan pasukan Israel dari Gaza, dan pertukaran tahanan. Sementara itu, Israel diharapkan untuk mengajukan persyaratan mereka untuk mencapai kesepakatan damai. Kehadiran mediator dari Amerika Serikat menunjukkan pentingnya peran internasional dalam upaya untuk menyelesaikan konflik dan mencapai perdamaian yang berkelanjutan.
Tuntutan Hamas dalam Perundingan
Salah satu poin penting dalam negosiasi adalah tuntutan Hamas terkait pembebasan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. Hamas juga bersedia untuk membebaskan seluruh sandera yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia ke Israel sebagai bagian dari kesepakatan. Namun, Hamas menegaskan bahwa pembebasan sandera tidak akan terjadi jika Israel terus melakukan gempuran ke Gaza.
Tuntutan-tuntutan ini menunjukkan kompleksitas negosiasi dan tantangan yang dihadapi dalam mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Keberhasilan negosiasi sangat bergantung pada kemauan politik dari kedua belah pihak untuk berkompromi dan mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.
Agresi Israel ke Palestina Sejak Oktober 2023
Agresi Israel ke Palestina telah berlangsung sejak Oktober 2023, menyebabkan dampak yang sangat besar bagi warga sipil. Selama periode ini, Israel menargetkan warga sipil dan objek sipil, melanggar hukum humaniter internasional. Akibat agresi Israel, lebih dari 66.000 warga Palestina tewas, termasuk ribuan anak-anak, staf medis, jurnalis, dan petugas penyelamat.
Jumlah korban jiwa yang tinggi menunjukkan skala tragedi kemanusiaan yang terjadi di Palestina. Masyarakat internasional terus menyerukan agar Israel menghentikan agresi dan menghormati hak asasi manusia warga Palestina. Upaya untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan harus mengatasi akar penyebab konflik dan memastikan bahwa semua pihak bertanggung jawab atas tindakan mereka.