Keluarga CEO Lokataru, Delpedro Marhaen, membantah keras bahwa mereka pernah meminta belas kasihan kepada pemerintah agar Delpedro dibebaskan dari penahanan. Penegasan ini disampaikan di tengah proses hukum yang sedang berjalan, terkait dengan dugaan keterlibatan Delpedro dalam kasus penghasutan yang berujung pada demonstrasi pada akhir Agustus 2025. Keluarga bersikukuh bahwa mereka hanya menginginkan keadilan yang seadil-adilnya ditegakkan dalam kasus ini, dan bukan pembebasan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku. Sikap ini menunjukkan komitmen keluarga untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan keyakinan mereka bahwa kebenaran akan terungkap melalui mekanisme peradilan yang adil dan transparan.
Keluarga Tegaskan Sikap Hadapi Proses Hukum Delpedro
Delpiero Hegelian, kakak dari Delpedro, dengan tegas menyatakan bahwa keluarga tidak pernah berniat untuk 'mengemis' kepada pemerintah demi membebaskan adiknya. Pernyataan ini disampaikan saat menghadiri sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kehadiran Delpiero dan ibunda Delpedro di persidangan merupakan bentuk dukungan moril kepada Delpedro serta wujud komitmen keluarga untuk mengikuti seluruh proses hukum yang berlaku. Keluarga berharap agar pihak kepolisian, dalam hal ini Polda Metro Jaya, bersikap kooperatif dan menghadiri sidang praperadilan tersebut. Hal ini dianggap penting agar gugatan praperadilan dapat berjalan dengan lancar dan keadilan dapat ditegakkan. Proses praperadilan ini diajukan sebagai salah satu upaya hukum untuk menguji sah atau tidaknya penetapan status tersangka terhadap Delpedro.
Gugatan Praperadilan Sebagai Upaya Hukum yang Ditempuh
Gugatan praperadilan menjadi salah satu langkah krusial yang ditempuh tim hukum Delpedro untuk menggugurkan status tersangka yang disematkan kepadanya. Pihak keluarga dan kuasa hukum meyakini bahwa proses penetapan tersangka terhadap Delpedro memiliki kejanggalan dan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Melalui gugatan praperadilan ini, mereka berharap dapat membuktikan bahwa tidak ada cukup bukti yang kuat untuk menjerat Delpedro dalam kasus dugaan penghasutan tersebut. Gugatan praperadilan ini juga dipandang sebagai bentuk keseriusan Delpedro dalam menghadapi proses hukum yang sedang berjalan. Dengan menempuh jalur hukum yang tersedia, Delpedro ingin membuktikan bahwa dirinya menghormati hukum dan siap mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di hadapan pengadilan. Proses ini juga memberikan kesempatan bagi Delpedro untuk menyampaikan pembelaan dan memberikan klarifikasi terkait tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
Dukungan Keluarga dan Harapan atas Keadilan yang Adil
Kehadiran Delpiero dan ibunda Delpedro dalam sidang praperadilan menjadi simbol dukungan yang tak tergoyahkan dari keluarga. Mereka ingin menunjukkan kepada publik bahwa Delpedro tidak sendirian dalam menghadapi proses hukum ini. Dukungan moril dari keluarga diharapkan dapat memberikan kekuatan bagi Delpedro untuk melewati masa-masa sulit ini. Lebih lanjut, keluarga berharap agar proses hukum yang berjalan dapat memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi Delpedro. Mereka percaya bahwa kebenaran akan terungkap melalui proses peradilan yang transparan dan independen. Keluarga juga berharap agar pihak kepolisian dapat bersikap profesional dan objektif dalam menangani kasus ini, serta menghormati hak-hak Delpedro sebagai warga negara yang berhak atas pembelaan hukum.
Penetapan Tersangka dan Dugaan Penghasutan dalam Unjuk Rasa
Kasus ini bermula dari penetapan tersangka terhadap Delpedro Marhaen dan beberapa orang lainnya terkait dengan dugaan penghasutan pelajar untuk ikut serta dalam aksi unjuk rasa yang berujung ricuh pada akhir Agustus 2025. Selain Delpedro, beberapa nama lain seperti Khariq, Muzaffar Salim, dan Syahdan juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Pihak kepolisian menduga bahwa para tersangka ini berperan dalam memprovokasi dan menghasut para pelajar untuk melakukan tindakan anarkis selama aksi unjuk rasa berlangsung. Dugaan ini didasarkan pada bukti-bukti yang ditemukan oleh penyidik, termasuk konten-konten yang diunggah di media sosial yang dianggap mengandung unsur hasutan.
Peran Admin Media Sosial dalam Kasus Penghasutan
Dalam kasus ini, polisi juga menetapkan enam orang admin media sosial sebagai tersangka. Mereka diduga terlibat dalam penyebaran konten yang menghasut dan mengajak anak di bawah umur untuk melakukan tindakan anarkistis di Jakarta, termasuk di Gedung DPR/MPR RI. Keenam tersangka tersebut diidentifikasi dengan inisial DMR, MS, SH, KA, RAP, dan FL. Konten-konten yang mereka buat dan sebarkan melalui media sosial diduga menjadi pemicu bagi para pelajar untuk melakukan aksi anarkis dan merusak fasilitas umum. Selain membuat konten yang bersifat menghasut, para tersangka juga diduga melakukan siaran langsung saat aksi anarkistis berlangsung, sehingga semakin memperparah situasi dan memancing lebih banyak pelajar untuk terlibat dalam kerusuhan tersebut.