Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa banyak kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) disebabkan oleh dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tidak mengikuti prosedur operasional standar (SOP). Pemerintah menegaskan bahwa masalah ini harus segera diperbaiki, bukan dengan menghentikan program MBG. Prasetyo menyampaikan hal ini di Monas, Jakarta, pada Minggu (5/10/2025), menekankan pentingnya perbaikan sistem daripada pembatalan program. Data menunjukkan bahwa ketidakpatuhan terhadap SOP menjadi penyebab utama terjadinya masalah keracunan.
Prasetyo juga menambahkan bahwa pemerintah sedang menyempurnakan Peraturan Presiden (Perpres) terkait MBG dan menargetkan penerbitannya pada pekan ini. Perpres ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk memastikan pelaksanaan program berjalan dengan baik dan meminimalisir potensi masalah. Pemerintah juga terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaan program MBG ini. Hingga saat ini, tercatat 6.457 orang terdampak keracunan akibat program MBG, dengan jumlah terbesar berada di Pulau Jawa, yaitu 4.147 orang. Badan Gizi Nasional (BGN) menyoroti masalah sanitasi air yang buruk di banyak dapur sebagai faktor pemicu keracunan.
Temuan Kasus Keracunan dan Kepatuhan SOP
Mensesneg Prasetyo Hadi menyoroti bahwa akar permasalahan dari kasus keracunan pada program MBG terletak pada ketidakpatuhan terhadap SOP di dapur atau SPPG. Data menunjukkan bahwa sebagian besar insiden keracunan terjadi di tempat-tempat yang tidak menjalankan prosedur operasional yang telah ditetapkan. Hal ini mengindikasikan perlunya pengawasan dan pembinaan yang lebih ketat terhadap SPPG agar mereka memahami dan melaksanakan SOP dengan benar.
Pemerintah berencana untuk meningkatkan sosialisasi dan pelatihan SOP kepada seluruh SPPG yang terlibat dalam program MBG. Selain itu, akan dilakukan evaluasi terhadap SOP yang ada untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya dalam mencegah terjadinya keracunan makanan. Langkah-langkah ini diharapkan dapat meminimalisir risiko keracunan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap program MBG.
Perpres MBG dalam Tahap Penyempurnaan
Pemerintah terus berupaya untuk menyempurnakan draf Peraturan Presiden (Perpres) terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG). Perpres ini diharapkan menjadi landasan hukum yang kuat dan komprehensif untuk pelaksanaan program MBG di seluruh Indonesia. Mensesneg Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa Perpres MBG ditargetkan rampung dan diterbitkan pada pekan ini.
Proses penyempurnaan Perpres melibatkan berbagai pihak, termasuk ahli gizi, ahli kesehatan, dan perwakilan dari pemerintah daerah. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa Perpres ini mengakomodasi berbagai masukan dan kebutuhan, serta dapat diimplementasikan secara efektif di lapangan. Perpres ini akan mengatur berbagai aspek terkait program MBG, mulai dari standar gizi makanan, mekanisme pengadaan bahan baku, hingga pengawasan dan evaluasi program.
Sanitasi Air Buruk dan Potensi Keracunan Makanan
Badan Gizi Nasional (BGN) menyoroti masalah sanitasi air yang buruk di banyak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur dalam program MBG. Kondisi ini diyakini menjadi salah satu faktor utama yang berpotensi memicu kasus keracunan makanan di berbagai daerah. Air yang tidak bersih dapat mengandung bakteri dan kuman yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga dapat mencemari makanan yang disajikan.
BGN merekomendasikan agar pemerintah daerah segera melakukan perbaikan sanitasi air di seluruh SPPG yang terlibat dalam program MBG. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan akses air bersih yang memadai, melakukan penyuluhan mengenai pentingnya kebersihan air, dan memberikan bantuan teknis kepada SPPG dalam mengelola sanitasi air. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan rutin terhadap kualitas air di SPPG untuk memastikan keamanannya.