Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menyeret nama mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim terus bergulir. Nadiem sebelumnya mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun, upaya hukum tersebut kandas setelah hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak gugatan tersebut. Putusan ini menjadi babak baru dalam kasus yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Hakim menilai penetapan tersangka terhadap Nadiem sudah sesuai prosedur dan didukung oleh bukti yang cukup. Kejagung mengklaim memiliki lebih dari dua alat bukti sah yang menjadi dasar penetapan status tersangka. Dengan ditolaknya praperadilan ini, proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dengan tersangka Nadiem Makarim akan terus berlanjut.
Pertimbangan Hakim dalam Menolak Praperadilan Nadiem Makarim
Hakim tunggal I Ketut Darpawan dalam putusannya menjelaskan beberapa pertimbangan yang mendasari penolakan gugatan praperadilan Nadiem Makarim. Salah satu poin penting adalah terpenuhinya unsur minimal dua alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP. Hakim menyatakan bahwa Kejagung telah memiliki lebih dari dua alat bukti yang kuat untuk menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Alat bukti ini menjadi dasar yang sah secara hukum bagi penyidik untuk melanjutkan proses hukum terhadap Nadiem.
Selain itu, hakim juga menanggapi permohonan pihak Nadiem terkait dengan bukti penghitungan kerugian negara. Hakim menjelaskan bahwa penentuan alat bukti yang akan digunakan dalam penyidikan merupakan kewenangan penyidik. Hakim menegaskan bahwa pemilihan alat bukti sepenuhnya menjadi hak penyidik, dan setiap pilihan memiliki konsekuensi terhadap kekuatan pembuktian di pengadilan. Hal ini memberikan keleluasaan bagi penyidik untuk mengumpulkan dan menggunakan bukti yang dianggap paling relevan dalam membuktikan tindak pidana yang disangkakan.
Sahnya Penetapan Tersangka Menurut Hukum
Dalam pertimbangannya, hakim I Ketut Darpawan menegaskan bahwa tindakan Kejagung dalam menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka sudah sah menurut hukum. Hal ini didasarkan pada terpenuhinya unsur minimal dua alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP. Hakim juga menolak argumen pihak Nadiem terkait dengan keharusan pemberitahuan status calon tersangka sebelum penetapan resmi. Menurut hakim, pemberitahuan semacam itu justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi menghambat proses penegakan hukum.
Hakim juga menyinggung soal penahanan terhadap Nadiem oleh Kejagung. Hakim menilai penahanan tersebut telah sesuai dengan prosedur hukum, karena Nadiem dijerat pasal yang ancaman hukumannya di atas 5 tahun penjara. Hakim juga menerima alasan penyidik terkait kekhawatiran Nadiem melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana. Alasan-alasan ini dianggap sebagai dasar yang kuat untuk melakukan penahanan terhadap tersangka.
Kewenangan Penyidik dan Penolakan Permohonan Lainnya
Hakim I Ketut Darpawan juga memberikan penjelasan terkait dengan kewenangan penyidik dalam proses penyidikan. Hakim menekankan bahwa pemilihan alat bukti yang akan digunakan untuk membuktikan sangkaan kepada tersangka sepenuhnya menjadi kewenangan penyidik. Hal ini memberikan fleksibilitas kepada penyidik untuk menentukan strategi pembuktian yang paling efektif dalam mengungkap kebenaran suatu perkara pidana.
Selain itu, hakim juga menolak permohonan pihak Nadiem terkait dengan penangguhan penahanan atau pengalihan penahanan menjadi penahanan rumah atau kota. Hakim menegaskan bahwa permohonan semacam itu bukanlah kewenangan hakim praperadilan. Dengan demikian, hakim praperadilan tidak memiliki wewenang untuk mengabulkan atau menolak permohonan penangguhan atau pengalihan penahanan. Hal ini menunjukkan batasan-batasan kewenangan hakim praperadilan dalam memeriksa dan memutus suatu perkara.