Eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, tengah berupaya membatalkan statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Upaya ini dilakukan melalui sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Nadiem, melalui kuasa hukumnya, menyampaikan sejumlah alasan yang mendasari permohonan pembatalan status tersangka tersebut. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menarik perhatian berbagai pihak, terutama yang concern terhadap dunia pendidikan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Persidangan ini menjadi babak baru dalam upaya mencari keadilan dan kebenaran terkait dugaan penyimpangan dalam pengadaan fasilitas pendidikan. Masyarakat menanti hasil akhir dari proses hukum ini, dengan harapan dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat. Proses hukum ini juga menjadi momentum penting untuk mengevaluasi sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah, khususnya di sektor pendidikan, agar lebih transparan dan akuntabel.
Alasan Nadiem Ajukan Praperadilan: Proses Hukum yang Dipertanyakan
Tim kuasa hukum Nadiem Makarim menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses penetapan status tersangka kliennya. Salah satu poin utama yang dipermasalahkan adalah tidak adanya pemeriksaan terhadap Nadiem sebagai calon tersangka sebelum penetapan status tersebut. Mereka berpendapat bahwa penetapan tersangka dan penahanan dilakukan secara tergesa-gesa, tanpa melalui prosedur yang seharusnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai profesionalitas dan transparansi dari pihak Kejaksaan Agung dalam menangani kasus ini.
Kuasa hukum juga mempertanyakan dasar penetapan tersangka yang dinilai tidak memenuhi syarat dua alat bukti permulaan yang cukup. Mereka berargumen bahwa penetapan tersangka dilakukan sebelum adanya hasil audit kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit BPKP ini penting sebagai dasar untuk mengetahui secara pasti berapa kerugian negara yang timbul akibat dugaan korupsi tersebut. Tanpa adanya hasil audit yang jelas, penetapan tersangka dinilai prematur dan tidak memiliki dasar yang kuat.
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang Janggal
Selain itu, tim kuasa hukum juga menyoroti tidak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebelum penetapan tersangka. SPDP merupakan pemberitahuan resmi dari penyidik kepada pihak yang berpotensi menjadi tersangka bahwa penyidikan telah dimulai. Ketiadaan SPDP ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak Nadiem sebagai warga negara. Proses penegakan hukum yang benar harus mengedepankan asas praduga tak bersalah dan memberikan kesempatan kepada pihak yang diduga melakukan tindak pidana untuk membela diri.
Program Digitalisasi Pendidikan Tidak Masuk RPJMN
Salah satu poin penting yang disampaikan oleh pihak Nadiem adalah bahwa program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022, yang menjadi objek perkara, tidak tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020-2024. RPJMN merupakan dokumen perencanaan pembangunan nasional yang berlaku selama lima tahun dan menjadi acuan bagi seluruh kementerian dan lembaga pemerintah dalam melaksanakan program-program pembangunan. Ketidakadaan program digitalisasi pendidikan dalam RPJMN menimbulkan pertanyaan mengenai dasar hukum dan anggaran yang digunakan untuk melaksanakan program tersebut.
Tidak Ada Keuntungan Pribadi yang Dinikmati
Kuasa hukum Nadiem juga menegaskan bahwa kliennya tidak menikmati keuntungan pribadi dalam kasus ini. Mereka menyatakan bahwa Nadiem bertindak semata-mata untuk kepentingan negara dan kemajuan pendidikan Indonesia. Tuduhan korupsi yang dialamatkan kepada Nadiem dinilai tidak berdasar dan merugikan reputasi serta nama baiknya. Pihak Nadiem berharap hakim dapat mempertimbangkan fakta-fakta yang ada dan memutus perkara ini seadil-adilnya.
Permohonan Praperadilan Nadiem: Rincian Lengkap
Dalam permohonan praperadilan, pihak Nadiem Makarim mengajukan sejumlah petitum atau tuntutan kepada hakim. Petitum ini mencakup permohonan agar hakim menyatakan penetapan tersangka dan penahanan Nadiem tidak sah dan tidak berdasar atas hukum. Mereka juga meminta agar hakim memerintahkan Kejaksaan Agung untuk mengeluarkan Nadiem dari tahanan, merehabilitasi nama baiknya, dan menghentikan penyidikan terhadap dirinya.
Permohonan Penangguhan Penahanan
Selain itu, pihak Nadiem juga mengajukan permohonan agar hakim memerintahkan Kejaksaan Agung untuk menangguhkan penahanan Nadiem atau menggantinya dengan penahanan rumah atau kota, apabila perkara ini tetap dilanjutkan ke penuntutan dan pemeriksaan pokok perkara. Permohonan ini diajukan dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi Nadiem serta dampak yang mungkin timbul akibat penahanan terhadap dirinya dan keluarga. Pihak Nadiem berharap hakim dapat mengabulkan permohonan ini demi keadilan dan kemanusiaan.