Kabar duka datang dari Kebun Binatang Denver di Colorado, Amerika Serikat. Berani, seekor orangutan sumatera jantan berusia 32 tahun, menghembuskan nafas terakhirnya pada Senin, 22 September 2025. Kabar ini disampaikan melalui laman Instagram Denver Zoo Conservation Alliance. Kepergian Berani meninggalkan duka mendalam bagi para staf, pengunjung, dan komunitas konservasi di seluruh dunia. Orangutan sumatera yang dikenal karena sifat kebapakan yang luar biasa ini, telah memberikan kontribusi penting dalam upaya pelestarian spesiesnya.
Berani didiagnosis menderita penyakit ginjal pada tahun 2024. Selama setahun terakhir, ia berjuang melawan penyakit kronis tersebut. Sayangnya, kondisinya terus memburuk hingga mencapai gagal ginjal stadium akhir. Tim dokter hewan di Kebun Binatang Denver telah memberikan perawatan terbaik, namun fungsi ginjal Berani terus menurun hingga akhirnya tidak dapat berfungsi lagi. Keputusan berat pun diambil untuk melakukan eutanasia, demi mencegah penderitaan lebih lanjut pada Berani. Kisah hidup Berani menjadi pelajaran berharga dalam upaya memahami dan mengatasi penyakit ginjal pada orangutan.
Perjuangan Berani Melawan Gagal Ginjal
Berani didiagnosis menderita penyakit ginjal pada tahun 2024 dan terus berjuang melawan penyakitnya tersebut. Perkembangan penyakitnya mencapai stadium akhir, menyebabkan fungsi ginjalnya menurun drastis. Tim dokter hewan di Kebun Binatang Denver secara intensif melakukan pemeriksaan darah untuk memantau perkembangan penyakit Berani. Hasil pemeriksaan menunjukkan penurunan signifikan pada kesehatannya, hingga akhirnya memasuki stadium akhir gagal ginjal.
Tim perawatan hewan di Kebun Binatang Denver mengambil keputusan sulit untuk melakukan eutanasia. Keputusan ini diambil sebagai tindakan belas kasih untuk mengakhiri penderitaan Berani. Para perawat hewan memberikan apresiasi atas kerjasama Berani dalam proses perawatan. Ia dengan sukarela ikut serta dalam setiap tahapan pemeriksaan kesehatan, termasuk pengambilan sampel darah. Sikap kooperatif Berani sangat membantu tim medis dalam memberikan perawatan terbaik selama bulan-bulan terakhir hidupnya.
Peran Berani Sebagai Ayah Tunggal Orangutan
Pada tahun 2017, Berani dipindahkan ke Denver Zoo Conservation Alliance dari Audubon Nature Institute. Pemindahan ini merupakan bagian dari Program Konservasi Spesies (SSP) Asosiasi Kebun Binatang dan Akuarium (AZA). Kehadiran Berani dengan cepat menarik perhatian staf kebun binatang, para anggota, dan masyarakat luas.
Di tahun 2020, Berani menjadi sorotan karena perannya sebagai ayah tunggal bagi kedua putrinya, Cerah dan Siska. Sebelumnya, Berani berpasangan dengan orangutan betina bernama Nias, yang meninggal dunia secara mendadak. Setelah kematian Nias, Berani mengambil alih tanggung jawab untuk mengasuh Cerah yang masih bayi. Peran pengasuhan yang dilakukan oleh Berani sangat tidak lazim, karena orangutan jantan jarang terlibat dalam pengasuhan anak. Berani membuktikan dirinya sebagai ayah yang setia, sabar, dan penuh kasih sayang. Bahkan ketika Cerah mulai mandiri, ia sering mencari kenyamanan di pelukan ayahnya.
Kontribusi Berani dalam Ilmu Kedokteran Hewan
Kisah Berani yang berjuang melawan penyakit ginjal kronis menjadi kasus penting dalam upaya meningkatkan pemahaman tentang penyakit sistemik pada kera besar di lingkungan konservasi ex situ. Tim dokter hewan dan perawat di Denver Zoo bekerjasama dengan para ahli untuk mempelajari lebih lanjut tentang penyakit ginjal yang diderita Berani. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang dapat membantu orangutan lain yang menghadapi tantangan serupa di masa depan.
Pengetahuan yang diperoleh dari kasus Berani akan dibagikan kepada komunitas kebun binatang dan kedokteran hewan secara luas. Dengan demikian, kisah Berani akan terus memberikan manfaat bagi kesejahteraan jangka panjang spesiesnya. Kasus Berani menjadi pengingat akan pentingnya penelitian dan kolaborasi dalam upaya meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup orangutan di penangkaran.
Usia Harapan Hidup Orangutan Sumatera
Sebuah jurnal yang meneliti sejarah hidup orangutan sumatera liar, mengonfirmasi bahwa orangutan sumatera (Pongo abelii) memiliki siklus hidup yang lebih lambat dibandingkan dengan orangutan kalimantan. Kelambatan ini memiliki implikasi penting bagi strategi konservasi mereka. Riset ini mencakup berbagai aspek seperti usia reproduksi, interval kelahiran, dan usia kematian. Data-data ini sangat penting untuk memahami bagaimana suatu spesies berevolusi, beradaptasi, dan bertahan hidup.
Dalam jurnal tersebut disebutkan bahwa umur panjang orangutan sumatera di alam liar diperkirakan mencapai 58 tahun untuk jantan dan 53 tahun untuk betina. Penelitian tersebut tidak menemukan bukti adanya menopause pada orangutan sumatera betina. Informasi ini memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang siklus hidup orangutan sumatera dan dapat menjadi dasar untuk upaya konservasi yang lebih efektif.