Pertamina Patra Niaga memberikan penjelasan terkait penggunaan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) di tengah polemik pembatalan pembelian base fuel oleh PT Vivo Energy Indonesia (Vivo). Vivo membatalkan pembelian karena keberatan dengan kandungan etanol sebesar 3,5 persen dalam BBM yang akan dipasok oleh Pertamina. Langkah Pertamina ini merupakan bagian dari komitmen untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan dan menciptakan udara yang lebih bersih. Etanol, yang berasal dari tumbuhan seperti tebu atau jagung, dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil murni. Penggunaan bahan bakar nabati ini juga selaras dengan upaya global dalam menekan emisi karbon dan mendukung energi bersih di masa depan. Lantas, bagaimana sebenarnya kebijakan penggunaan etanol dalam BBM ini diterapkan di berbagai negara dan apa manfaatnya bagi lingkungan serta perekonomian?
Alasan Pertamina Gunakan Campuran Etanol
Pencampuran etanol ke dalam BBM merupakan praktik yang lazim dilakukan di berbagai negara di dunia. Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan. Dengan berkurangnya emisi gas buang, kualitas udara diharapkan menjadi lebih baik dan lebih sehat untuk masyarakat. Selain itu, penggunaan etanol juga dapat menekan ketergantungan pada bahan bakar fosil murni, yang selama ini menjadi sumber utama energi. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060.
Roberth juga menambahkan bahwa pemanfaatan etanol dapat mendukung peningkatan perekonomian masyarakat lokal. Etanol yang berasal dari tumbuhan seperti tebu dan jagung dapat meningkatkan permintaan terhadap hasil pertanian. Dengan demikian, petani tebu dan jagung dapat memperoleh manfaat ekonomi yang lebih baik. Hal ini menciptakan siklus ekonomi yang berkelanjutan, di mana sektor pertanian dan energi dapat saling mendukung satu sama lain. Penggunaan etanol dalam BBM bukan hanya tentang lingkungan, tetapi juga tentang pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Praktik Global Penggunaan Etanol dalam BBM
Pertamina mencontohkan beberapa negara yang telah sukses menerapkan pencampuran etanol dalam BBM. Brasil, misalnya, adalah pelopor dalam penggunaan etanol berbasis tebu. Negara ini telah menerapkan implementasi skala nasional dengan kadar etanol mencapai 27 persen (E27) pada bensin. Amerika Serikat (AS) juga memiliki program Renewable Fuel Standard (RFS) yang mewajibkan pencampuran etanol ke dalam bensin. Kadar etanol yang umum digunakan di AS adalah 10 persen (E10), dan bahkan mencapai 85 persen (E85) untuk kendaraan fleksibel.
Uni Eropa juga turut mengadopsi campuran etanol dalam BBM melalui kebijakan Renewable Energy Directive (RED II). Campuran E10 menjadi standar di banyak negara Eropa, seperti Prancis, Jerman, dan Inggris. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi polusi udara dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Di Asia, India juga mendorong program etanol blending hingga 20 persen (E20) pada tahun 2030. Langkah ini merupakan bagian dari roadmap menuju transportasi rendah karbon dan mendukung petani tebu.
Dampak Positif Penggunaan Bahan Bakar Bioetanol
Penggunaan etanol dalam BBM memberikan sejumlah dampak positif, baik bagi lingkungan maupun perekonomian. Dari sisi lingkungan, etanol dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan polusi udara. Hal ini karena etanol merupakan bahan bakar terbarukan yang dihasilkan dari tumbuhan. Proses pembakaran etanol menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Selain itu, penggunaan etanol juga dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, yang merupakan sumber utama emisi karbon.
Dari sisi perekonomian, penggunaan etanol dapat meningkatkan permintaan terhadap hasil pertanian. Petani tebu, jagung, dan tumbuhan lainnya dapat memperoleh manfaat ekonomi yang lebih baik. Selain itu, industri etanol juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan daerah. Penggunaan etanol juga dapat mengurangi impor bahan bakar fosil, sehingga menghemat devisa negara. Dengan demikian, penggunaan etanol dalam BBM memberikan manfaat ganda bagi lingkungan dan perekonomian.
Tanggapan Vivo terhadap Kebijakan Etanol
Vivo, sebagai salah satu perusahaan SPBU swasta, pada awalnya sepakat untuk membeli 40 ribu barel BBM dari Pertamina Patra Niaga. Kesepakatan ini terjadi setelah melalui proses business to business (B2B) antara Vivo dan Pertamina. Namun, Vivo kemudian membatalkan pembelian karena keberatan dengan kandungan etanol 3,5 persen dalam BBM yang akan dipasok oleh Pertamina.
Kendati demikian, Vivo tidak menutup kemungkinan kesepakatan bisa berlanjut jika Pertamina dapat memenuhi spesifikasi yang mereka inginkan. Hal ini menunjukkan bahwa Vivo tetap terbuka untuk bekerja sama dengan Pertamina dalam penyediaan BBM, asalkan sesuai dengan standar dan kebutuhan mereka. Negosiasi dan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai solusi yang saling menguntungkan.