Dua tahun sudah berlalu sejak konflik di Gaza kembali memanas, membawa duka dan kehancuran yang mendalam bagi warganya. Serangan yang dimulai pada 7 Oktober 2023 telah merenggut puluhan ribu nyawa, menghancurkan rumah-rumah, fasilitas publik, dan tempat-tempat ibadah. Bayangan perang masih terus menghantui setiap sudut wilayah tersebut, meninggalkan luka yang sulit disembuhkan. Kehidupan sehari-hari berubah menjadi perjuangan untuk bertahan hidup di tengah bombardir dan kekurangan. Bantuan kemanusiaan yang seharusnya menjadi oase harapan, justru seringkali menjadi sasaran serangan, menambah penderitaan warga sipil yang tak berdosa. Upaya perdamaian terus diupayakan, namun jalan menuju solusi yang adil dan berkelanjutan masih panjang dan berliku. Dunia internasional terus menyerukan diakhirinya kekerasan dan perlindungan bagi warga sipil, namun harapan untuk perdamaian abadi masih menjadi mimpi yang jauh dari kenyataan.
Dampak Kemanusiaan: 67 Ribu Lebih Korban Jiwa
Tragedi kemanusiaan di Gaza terus memburuk dengan jumlah korban jiwa yang terus bertambah. Sumber medis melaporkan lebih dari 67.000 warga Gaza tewas sejak agresi dimulai pada Oktober 2023. Mayoritas korban adalah wanita dan anak-anak, kelompok yang paling rentan dalam konflik bersenjata. Lebih dari 169.000 orang mengalami luka-luka akibat serangan yang tiada henti. Bahkan, dalam 24 jam terakhir, puluhan jenazah dan ratusan korban luka harus mendapatkan penanganan medis darurat.
Kondisi ini semakin diperparah dengan serangan terhadap warga yang berusaha mendapatkan bantuan kemanusiaan. Dalam sehari, beberapa warga Palestina tewas dan belasan lainnya terluka saat sedang mengantre bantuan. Jumlah total pencari bantuan yang tewas akibat serangan telah mencapai ribuan, dengan puluhan ribu lainnya mengalami luka-luka.
Kegagalan Gencatan Senjata dan Eskalasi Konflik
Upaya perdamaian yang dimediasi oleh berbagai pihak sempat membuahkan harapan dengan tercapainya kesepakatan gencatan senjata pada 19 Januari 2025 antara Hamas dan Israel. Namun, harapan itu pupus ketika Israel melanggar kesepakatan tersebut pada 18 Maret 2025, dengan melancarkan serangan yang semakin intensif. Pelanggaran ini memicu eskalasi konflik yang mengakibatkan ribuan korban jiwa dan luka-luka. Jumlah korban tewas sejak pelanggaran gencatan senjata mencapai belasan ribu orang, sementara puluhan ribu lainnya dilaporkan luka-luka. Kegagalan gencatan senjata ini menunjukkan betapa rapuhnya perdamaian di wilayah tersebut dan betapa sulitnya mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan.
Kerusakan Infrastruktur dan Tempat Ibadah
Serangan yang terus-menerus telah menghancurkan infrastruktur penting di Gaza. Rumah-rumah penduduk, bangunan bertingkat, dan fasilitas umum rata dengan tanah. Potret udara dari citra satelit memperlihatkan betapa dahsyatnya kerusakan yang diakibatkan oleh perang dalam dua tahun terakhir.
Tempat-tempat ibadah, seperti masjid dan gereja, juga menjadi sasaran serangan. Laporan dari kantor berita Anadolu menyebutkan bahwa serangan Israel telah menghancurkan sebagian besar masjid dan beberapa gereja di Gaza. Penghancuran tempat-tempat ibadah ini merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia.
Dampak pada Ulama dan Kebebasan Beragama
Selain menghancurkan tempat ibadah, serangan Israel juga menargetkan ulama dan tokoh agama. Puluhan ulama dan imam yang berafiliasi dengan kementerian agama dilaporkan tewas, dan sejumlah lainnya ditahan. Penargetan terhadap ulama dan tokoh agama ini merupakan upaya untuk merusak tatanan sosial dan keagamaan di Gaza.
Reaksi Internasional dan Upaya Perdamaian
Dunia internasional terus memberikan perhatian pada situasi di Gaza. Dalam Sidang Majelis Umum PBB, negara-negara dari berbagai belahan dunia menyatakan dukungan untuk kemerdekaan Palestina dan menuntut diakhirinya perang di Gaza. Upaya perdamaian terus diupayakan melalui perundingan tidak langsung antara Hamas dan Israel, dengan difasilitasi oleh mediator dari berbagai negara. Perundingan ini bertujuan untuk mencapai gencatan senjata dan pembebasan sandera berdasarkan usulan yang diajukan oleh berbagai pihak. Meskipun ada upaya perdamaian, jalan menuju solusi yang adil dan berkelanjutan masih panjang dan penuh tantangan.