KH. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, adalah figur penting dalam Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia. Ia dikenal sebagai tokoh yang memiliki pandangan inklusif dan kemampuan komunikasi yang baik. Namun, baru-baru ini, Gus Yahya menjadi sorotan karena munculnya desakan agar dirinya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU. Desakan ini muncul dari sebuah risalah rapat yang mengklaim adanya permintaan dari sejumlah pengurus Syuriah PBNU. Alasan yang mendasari permintaan tersebut berkaitan dengan tuduhan hubungan Gus Yahya dengan jaringan Zionisme internasional. Tentu saja, kabar ini menimbulkan berbagai reaksi dan pertanyaan di kalangan masyarakat, khususnya warga Nahdliyin. Lalu, siapakah sebenarnya Gus Yahya, dan bagaimana perjalanan kariernya hingga mencapai posisi puncak di NU? Artikel ini akan mengulas profil lengkap Gus Yahya, perjalanan kariernya di NU, serta kiprahnya dalam pemerintahan dan diplomasi internasional, hingga akhirnya muncul desakan untuk mundur dari jabatannya.
Profil Gus Yahya: Latar Belakang dan Pendidikan
Gus Yahya lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada tanggal 16 Februari 1966. Ia berasal dari keluarga besar yang memiliki tradisi kuat dalam NU. Ayahnya, KH. Muhammad Cholil Bisri, adalah tokoh penting di NU, dan ia juga merupakan keponakan dari ulama besar KH. Mustofa Bisri (Gus Mus). Pendidikan agama Gus Yahya dimulai sejak dini di lingkungan pesantren keluarga, yaitu Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin. Di pesantren ini, ia mendalami berbagai ilmu keagamaan klasik. Setelah itu, ia melanjutkan pendalaman ilmunya ke Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, yang dikenal sebagai salah satu pesantren terkemuka dalam kajian kitab kuning. Selain pendidikan pesantren, Gus Yahya juga menempuh pendidikan formal di Universitas Gadjah Mada (UGM), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, jurusan Sosiologi. Kombinasi antara pendidikan pesantren dan pendidikan formal modern memberikan fondasi yang kuat bagi cara berpikir dan gaya kepemimpinannya yang inklusif dan komunikatif. Latar belakang keluarga dan pendidikannya telah membentuk Gus Yahya menjadi sosok yang disegani dan dihormati di kalangan NU.
Perjalanan Karier dan Kiprah di NU
Kiprah Gus Yahya di Nahdlatul Ulama (NU) telah berlangsung cukup lama. Sebelum akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum PBNU, ia telah menduduki berbagai posisi strategis di organisasi tersebut. Pengalaman dan dedikasinya dalam NU telah mengantarkannya menjadi salah satu pemimpin penting di organisasi tersebut. Berikut adalah beberapa jabatan penting yang pernah diembannya:
- Katib A'am PBNU (2015-2021)
- Ketua Umum PBNU (2021-2026)
Sebagai Ketua Umum PBNU, Gus Yahya memiliki peran penting dalam memimpin dan mengarahkan organisasi NU. Ia seringkali menekankan bahwa NU bukanlah organisasi politik, melainkan ormas keagamaan yang fokus pada khidmah, pendidikan, sosial, dan penguatan kebangsaan. Sikap ini menjadi salah satu pijakan penting dalam menjaga independensi NU di tengah dinamika politik nasional. Gus Yahya juga dikenal sebagai sosok yang aktif dalam mengembangkan program-program NU yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti program pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.
Peran Gus Yahya dalam Pemerintahan dan Diplomasi Internasional
Kiprah Gus Yahya tidak hanya terbatas pada Nahdlatul Ulama (NU), tetapi juga meluas hingga ke lingkup pemerintahan dan panggung diplomasi internasional. Keahliannya dalam membaca situasi sosial, kemampuan komunikasinya yang kuat, serta pendekatan keagamaannya yang moderat membuatnya kerap dipercaya untuk mengemban tugas-tugas strategis. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Gus Yahya ditunjuk sebagai Juru Bicara Presiden RI. Penunjukan ini mencerminkan pengakuan atas kapasitasnya dalam menyampaikan kebijakan negara sekaligus menjembatani komunikasi antara pemerintah dan publik di masa yang penuh dinamika. Perannya dalam pemerintahan kembali berlanjut ketika Presiden Joko Widodo mengangkatnya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pada tahun 2018. Melalui posisi ini, Gus Yahya memberikan masukan strategis kepada Presiden terkait isu-isu kebangsaan, keagamaan, hingga geopolitik. Kiprah Gus Yahya juga menembus platform internasional. Ia aktif hadir dalam berbagai forum global yang membahas dialog antaragama, perdamaian dunia, dan moderasi beragama. Suaranya kerap mewakili pandangan Islam Indonesia yang inklusif, toleran, dan terbuka terhadap kerja sama lintas budaya.
Desakan Mundur dari Jabatan Ketum PBNU: Apa yang Terjadi?
Dalam beberapa waktu terakhir, nama Gus Yahya menjadi sorotan setelah beredar sebuah risalah rapat yang diklaim sebagai Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU, tertanggal Kamis, 29 Jumadil Ula 1447 H / 20 November 2025 M. Rapat tersebut diklaim berlangsung di Hotel Aston City Jakarta dan dihadiri oleh 37 dari 53 orang Pengurus Harian Suriah, dengan KH. Miftachul Akhyar bertindak sebagai pimpinan rapat. Salah satu keputusan yang tercantum dalam risalah tersebut yaitu meminta KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) untuk mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam kurun waktu 3 hari ke depan. Adapun alasan permintaan pengunduran diri Gus Yahya yang disebutkan dalam risalah tersebut terkait hubungannya dengan jaringan Zionisme internasional. Tentu saja, kebenaran risalah rapat ini masih menjadi pertanyaan dan perlu diklarifikasi lebih lanjut. Dampak dari isu ini terhadap stabilitas dan soliditas internal NU juga perlu diwaspadai.
