Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, baru-baru ini memberikan pernyataan menarik mengenai Beneficial Ownership (BO) atau pemilik manfaat. Ia mengibaratkan BO ini seperti genderuwo, sosok yang tidak terlihat namun menakutkan. Pernyataan ini disampaikan saat peluncuran aplikasi Beneficial Ownership (BO) Gateway yang dikembangkan oleh Direktorat Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Aplikasi ini bertujuan untuk mempermudah identifikasi dan verifikasi pemilik manfaat dari suatu korporasi, sebuah langkah penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan terorisme.
Setyo menjelaskan bahwa BO bukanlah perusahaan, ras, atau badan hukum, melainkan individu yang memiliki pengaruh besar di balik layar. Mereka seringkali bersembunyi dari publik, namun memiliki kendali signifikan atas perusahaan dan kegiatan bisnisnya. Keberadaan BO yang tidak transparan ini menjadi celah yang sering dimanfaatkan untuk melakukan tindakan-tindakan ilegal, termasuk korupsi. Oleh karena itu, aplikasi BO Gateway diharapkan dapat membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap identitas pemilik manfaat dan menelusuri aliran dana hingga ke akar-akarnya.
Mengapa BO Diibaratkan Genderuwo?
Analogi genderuwo yang digunakan oleh Ketua KPK bukan tanpa alasan. Genderuwo dalam mitologi Jawa dikenal sebagai sosok hantu yang menakutkan, meskipun jarang terlihat secara langsung. Sama halnya dengan BO, mereka seringkali tidak tercatat secara administratif dalam struktur perusahaan, namun memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan dan kebijakan perusahaan. Ketakutan terhadap BO muncul karena sulitnya mengidentifikasi dan membuktikan keterlibatan mereka dalam tindakan melawan hukum. Mereka bergerak di balik layar, menggunakan orang lain sebagai perantara untuk mencapai tujuan mereka. Kehadiran aplikasi BO Gateway diharapkan dapat menghilangkan 'ketakutan' ini dengan memberikan transparansi dan akses informasi yang lebih baik kepada aparat penegak hukum.
Peran Penting Aplikasi BO Gateway
Aplikasi Beneficial Ownership (BO) Gateway memiliki peran krusial dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas korporasi di Indonesia. Aplikasi ini memungkinkan aparat penegak hukum untuk dengan mudah mengakses data pemilik manfaat, sehingga memudahkan proses investigasi dan penuntutan kasus-kasus korupsi dan kejahatan ekonomi lainnya. BO Gateway dirancang sebagai sistem terintegrasi yang akan memfasilitasi pertukaran dan verifikasi data BO secara digital antar kementerian dan lembaga. Hal ini akan mengurangi potensi manipulasi data dan memastikan bahwa informasi yang tersedia akurat dan dapat diandalkan. Sistem ini juga mendukung implementasi Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Terorisme.
Regulasi dan Implementasi BO di Indonesia
Regulasi mengenai Beneficial Ownership (BO) di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018. Perpres ini mewajibkan korporasi untuk melaporkan data pemilik manfaat secara pribadi atau self-declaration. Namun, implementasi dari regulasi ini belum optimal karena masih banyak korporasi yang belum patuh atau memberikan informasi yang tidak akurat. Oleh karena itu, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengambil langkah lebih lanjut dengan meluncurkan aplikasi BO Gateway dan menerbitkan Peraturan Menteri Hukum Nomor 2 Tahun 2025 tentang Verifikasi dan Pengawasan Pemilik Manfaat Korporasi. Peraturan ini bertujuan untuk memperkuat sistem verifikasi BO dan memastikan bahwa data yang dilaporkan valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan adanya regulasi dan aplikasi BO Gateway, diharapkan implementasi prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi dapat berjalan lebih efektif dan memberikan kontribusi signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi lainnya.