Keluarga korban ambruknya gedung Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur mendesak agar proses hukum segera ditegakkan. Fauzi (48), yang kehilangan empat keponakannya dalam tragedi tersebut, menyatakan kekecewaannya dan menuntut agar pihak yang lalai bertanggung jawab secara hukum. Tragedi yang terjadi pada Senin, 29 September 2025, ini telah menewaskan puluhan santri dan meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban. Fauzi menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, bahkan jika melibatkan pengasuh ponpes atau kiai sekalipun. Ia berharap kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi pesantren lain agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Desakan ini muncul di tengah upaya identifikasi jenazah korban di RS Bhayangkara Polda Jatim, Surabaya, dan perbedaan pendapat di antara keluarga korban terkait musibah ini.
Desakan Proses Hukum yang Transparan dan Adil
Fauzi, yang mewakili keluarga korban, dengan tegas menuntut proses hukum yang transparan dan adil. Ia menekankan bahwa jika ditemukan adanya kelalaian dalam pembangunan gedung, pihak yang bertanggung jawab harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Fauzi mengungkapkan bahwa dirinya telah berkonsultasi dengan ahli konstruksi dan menduga bahwa bangunan tersebut memang tidak memenuhi standar keselamatan. Lebih lanjut, ia menyoroti adanya dugaan eksploitasi anak karena santri dilibatkan dalam proses pembangunan gedung. Ia berharap aparat penegak hukum tidak hanya fokus pada evakuasi korban, tetapi juga mengusut tuntas kasus ini.
- Penegakan hukum tanpa pandang bulu, termasuk terhadap pengasuh ponpes atau kiai.
- Proses hukum yang transparan dan adil.
- Pengusutan tuntas dugaan kelalaian dalam pembangunan gedung.
- Investigasi dugaan eksploitasi anak.
Pentingnya Penegakan Hukum dalam Tragedi Ponpes
Penegakan hukum dalam tragedi ini dinilai sangat penting untuk memberikan keadilan bagi para korban dan keluarga yang ditinggalkan. Fauzi menekankan bahwa status sosial seseorang tidak boleh menghalangi proses hukum. Ia berharap agar kasus ini menjadi contoh bahwa semua orang sama di mata hukum. Selain itu, penegakan hukum juga diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang lalai dalam pembangunan, sehingga kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Dengan adanya kejelasan hukum, diharapkan para santri dapat belajar dengan aman dan nyaman di lingkungan pesantren.
Respons Pihak Pesantren dan Aparat Kepolisian
Pengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny, KH Abdus Salam Mujib, menyatakan bahwa kejadian ini adalah takdir dari Tuhan dan meminta semua pihak untuk bersabar. Sementara itu, Kapolda Jawa Timur, Inspektur Jenderal Nanang Avianto, berjanji akan melakukan proses hukum setelah evakuasi seluruh korban selesai. Pihak kepolisian telah mengumpulkan data-data terkait dugaan kegagalan konstruksi gedung dan akan meminta pendapat para ahli bidang konstruksi untuk mengurai penyebab ambruknya bangunan tersebut. Polisi juga berjanji akan mengusut tuntas tragedi ini secara saintifik dan profesional.
Investigasi Mendalam Terhadap Penyebab Ambruknya Gedung
Kapolda Jawa Timur menegaskan bahwa investigasi akan dilakukan secara mendalam, mulai dari proses awal pembangunan hingga ambruknya gedung. Polisi akan mempelajari konstruksi gedung dari lantai dasar hingga atap yang diduga menjadi titik awal ambruk. Investigasi ini melibatkan ahli konstruksi untuk memberikan analisis yang valid dan saintifik. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara pasti penyebab ambruknya gedung dan menentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab. Hasil investigasi ini akan menjadi dasar bagi proses hukum selanjutnya.
Perbedaan Pendapat di Kalangan Keluarga Korban
Di tengah desakan proses hukum, terdapat perbedaan pendapat di kalangan keluarga korban. Muhammad Ma'ruf (50), ayah dari santri MA (13), menganggap kejadian ini sebagai kehendak atau takdir Tuhan. Ia menyatakan pasrah kepada guru di pesantren dan siap menerima segala kejadian yang tidak diinginkan sebagai bagian dari takdir. Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa selain menuntut keadilan, sebagian keluarga korban juga berusaha menerima musibah ini dengan lapang dada.
Harapan Akan Masa Depan Pesantren yang Lebih Aman
Terlepas dari perbedaan pendapat, seluruh keluarga korban memiliki harapan yang sama, yaitu agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Fauzi berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi pesantren lain untuk lebih memperhatikan standar keselamatan bangunan dan tidak melibatkan santri dalam pekerjaan konstruksi. Dengan demikian, lingkungan pesantren dapat menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para santri untuk belajar dan mengembangkan diri. Kasus ini menjadi momentum untuk meningkatkan pengawasan dan evaluasi terhadap seluruh bangunan pesantren di Indonesia.