SPBU swasta di Indonesia baru-baru ini menolak pembelian bahan bakar minyak (BBM) dari Pertamina karena alasan kandungan etanol. Padahal, penambahan etanol dalam BBM bukanlah hal baru dan justru memberikan dampak positif bagi lingkungan. Pakar dari Universitas Indonesia (UI) menjelaskan bahwa penggunaan etanol dalam bahan bakar sudah lazim dilakukan di berbagai negara, bahkan dengan kadar yang lebih tinggi dari yang ditawarkan Pertamina. Penolakan ini menimbulkan pertanyaan, mengingat manfaat etanol dalam mengurangi emisi karbon dan mendukung transisi energi yang sedang gencar dilakukan secara global.
Manfaat Etanol dalam Bahan Bakar Menurut Pakar
Pusat Kajian Ketahanan Energi Untuk Pembangunan Berkelanjutan Universitas Indonesia (Puskep UI) menegaskan bahwa penggunaan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) memberikan dampak positif bagi lingkungan. Etanol membantu mengurangi emisi karbon, yang merupakan salah satu penyebab utama pemanasan global. Di negara-negara Eropa, Amerika, dan Australia, penggunaan etanol dalam BBM sudah umum dilakukan, dengan kadar yang bervariasi antara 5 hingga 10 persen. Penggunaan etanol bukan hanya sekadar kepentingan bisnis, tetapi juga sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Perusahaan-perusahaan energi di seluruh dunia juga berupaya untuk terlibat dalam proses transisi energi dengan menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Praktik ini sudah menjadi tren global, bukan hanya terbatas pada skala lokal atau regional.
Dampak Positif Penggunaan Etanol untuk Lingkungan
Etanol memiliki peran penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi. Dengan mengganti sebagian bahan bakar fosil dengan etanol, jumlah karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer dapat dikurangi secara signifikan. Selain itu, etanol juga dapat meningkatkan angka oktan pada bahan bakar, sehingga pembakaran menjadi lebih sempurna dan menghasilkan emisi yang lebih bersih. Penggunaan etanol juga mendukung pengembangan energi terbarukan, karena etanol dapat diproduksi dari berbagai sumber biomassa, seperti jagung, tebu, dan singkong. Hal ini membantu mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil yang terbatas dan tidak ramah lingkungan. Dengan demikian, penggunaan etanol dalam BBM merupakan langkah yang strategis dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan mengurangi dampak perubahan iklim.
Alasan Penolakan SPBU Swasta Terhadap Etanol
SPBU swasta seperti BP dan Vivo menolak pembelian BBM dari Pertamina karena kandungan etanol sebesar 3,5 persen dalam base fuel yang diimpor. Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, menjelaskan bahwa penolakan ini didasarkan pada adanya kandungan etanol yang tidak sesuai dengan preferensi SPBU swasta. Meskipun regulasi memperbolehkan kandungan etanol hingga 20 persen, SPBU swasta tersebut memilih untuk tidak melanjutkan pembelian karena alasan ini. BP juga mengamini hal tersebut dan menyatakan bahwa kargo BBM yang sudah tiba di Tanjung Priok tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan perusahaan, karena mengandung etanol. Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura, menegaskan bahwa formulasi BBM yang mereka gunakan saat ini belum mengandung etanol.
Kandungan Etanol yang Dianggap Aman untuk Kendaraan
Pakar dari UI mempertanyakan alasan penolakan SPBU swasta terhadap kandungan etanol 3,5 persen dalam BBM Pertamina. Menurutnya, angka tersebut jauh di bawah standar yang digunakan di luar negeri dan seharusnya aman untuk mesin kendaraan bermotor. Kendaraan keluaran tahun 2010 ke atas umumnya sudah dilengkapi dengan teknologi yang adaptif terhadap penggunaan bahan bakar dengan kandungan etanol. Bahkan, di berbagai negara, kandungan etanol dalam BBM jauh lebih tinggi dari 3,5 persen dan tidak menimbulkan masalah pada kendaraan. Hal ini menunjukkan bahwa kekhawatiran SPBU swasta terhadap dampak etanol pada mesin kendaraan mungkin tidak sepenuhnya beralasan. Sebaliknya, penggunaan etanol dalam BBM dapat memberikan manfaat tambahan, seperti meningkatkan performa mesin dan mengurangi emisi gas buang.