Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menyerukan agar Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, segera menyetujui usulan rencana perdamaian yang diajukan oleh pemerintah AS. Rencana ini bertujuan untuk mengakhiri konflik yang sedang berlangsung dengan Rusia. Trump memberikan tenggat waktu hingga 27 November kepada Zelensky untuk mengambil keputusan penting ini. Usulan tersebut, yang diklaim telah dirancang secara rahasia selama sebulan terakhir dengan melibatkan kedua belah pihak, mengharuskan Ukraina untuk menyerahkan sebagian wilayah timurnya kepada Rusia dan mengurangi jumlah pasukan militernya secara signifikan. Hal ini tentu saja menjadi poin yang sangat sensitif dan telah lama ditolak mentah-mentah oleh pemerintah di Kyiv.
Zelensky, dalam pidatonya pada hari Jumat lalu, dengan tegas menolak rencana perdamaian yang diusulkan oleh AS. Ia menyebutnya sebagai pilihan yang sangat sulit bagi Ukraina. Zelensky merasa bahwa rencana tersebut memaksa negaranya untuk memilih antara kehilangan martabat atau menghadapi risiko kehilangan dukungan dari sekutu utamanya, yaitu Amerika Serikat. Meskipun demikian, Zelensky juga menyatakan niatnya untuk mengusulkan alternatif terhadap rencana perdamaian yang ada. Situasi ini menempatkan Ukraina dalam posisi yang sulit, di mana mereka harus menimbang antara tawaran perdamaian yang kontroversial dan kelanjutan konflik yang penuh dengan ketidakpastian.
Desakan Trump pada Zelensky untuk Menerima Rencana Perdamaian
Menanggapi penolakan Zelensky, Trump menegaskan bahwa Presiden Ukraina "harus menyukai" rencana perdamaian tersebut, atau negaranya harus bersiap untuk terus berperang. Pernyataan ini disampaikan kepada wartawan di Ruang Oval Gedung Putih. Trump menekankan bahwa pada akhirnya, Zelensky harus menerima sesuatu. Menurutnya, jika pertempuran terus berlanjut, Ukraina akan tetap kehilangan wilayah yang seharusnya diserahkan kepada Rusia sesuai dengan rencana perdamaian yang diusulkan oleh AS.
Trump juga berpendapat bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin, tidak menginginkan perang lebih lanjut. Ia menyatakan bahwa Putin telah menerima hukuman atas konflik yang telah berlangsung selama hampir empat tahun. Pernyataan ini muncul ketika ditanya tentang kemungkinan Rusia menyerang negara-negara lain di Eropa setelah invasi ke Ukraina pada tahun 2022. Sikap Trump ini menunjukkan keyakinannya bahwa solusi damai adalah jalan terbaik untuk mengakhiri konflik dan mencegah eskalasi lebih lanjut.
Penolakan Zelensky terhadap Rencana Perdamaian
Awalnya, Zelensky menyatakan kesiapannya untuk berdiskusi mengenai rencana yang didukung oleh Trump. Namun, pada akhirnya, ia dengan tegas menolak usulan tersebut. Dalam pidatonya kepada rakyat Ukraina, Zelensky menegaskan bahwa ia tidak akan mengkhianati negaranya dengan menyetujui 28 poin rencana perdamaian yang dianggap menguntungkan Rusia.
Penolakan ini mencerminkan sikap tegas Zelensky dalam mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina. Ia merasa bahwa menerima rencana perdamaian yang ada akan sama dengan menyerahkan sebagian wilayah negaranya kepada Rusia, yang tentu saja merupakan hal yang tidak dapat diterima oleh rakyat Ukraina. Keputusan ini juga menunjukkan bahwa Zelensky lebih memilih untuk mengambil risiko kehilangan dukungan dari sekutu utamanya daripada mengorbankan kepentingan nasional negaranya.
Tenggat Waktu yang Ditetapkan Trump
Trump menetapkan tanggal 27 November, yang merupakan hari libur Thanksgiving di AS, sebagai "waktu yang tepat" bagi Zelensky untuk menyetujui rencana perdamaian tersebut. Meskipun demikian, Trump juga mengindikasikan bahwa kesepakatan tersebut bisa fleksibel. Ia menyatakan bahwa jika semuanya berjalan lancar, tenggat waktu dapat diperpanjang.
Penetapan tenggat waktu ini menunjukkan urgensi yang dirasakan oleh pemerintah AS dalam menyelesaikan konflik di Ukraina. Trump berharap bahwa dengan memberikan tekanan waktu, Zelensky akan lebih mempertimbangkan usulan rencana perdamaian yang ada. Namun, fleksibilitas yang ditawarkan oleh Trump juga menunjukkan bahwa ia terbuka untuk negosiasi dan kompromi demi mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Upaya Diplomasi Zelensky
Setelah mengumumkan penolakannya terhadap rencana perdamaian usulan Washington, Zelensky melakukan percakapan telepon dengan Wakil Presiden AS, JD Vance. Dalam pembicaraan tersebut, Zelensky menegaskan bahwa Ukraina terus menghormati keinginan Trump untuk mengakhiri perang. Ia juga melakukan panggilan telepon darurat dengan para pemimpin Jerman, Prancis, dan Inggris untuk membahas situasi tersebut.
Upaya diplomasi yang dilakukan oleh Zelensky ini menunjukkan bahwa ia berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan sekutu-sekutunya, meskipun ia menolak usulan rencana perdamaian yang diajukan oleh AS. Ia juga ingin memastikan bahwa sekutu-sekutunya memahami posisinya dan terus memberikan dukungan kepada Ukraina dalam menghadapi konflik dengan Rusia.
