Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) terus memperkuat upaya pencegahan penyakit menular di wilayahnya. Langkah ini diwujudkan dengan menerapkan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR), sebuah sistem yang dirancang untuk mendeteksi secara cepat potensi kejadian luar biasa (KLB) atau wabah penyakit menular. Tujuannya adalah untuk melindungi kesehatan masyarakat Kota Yogyakarta dari ancaman penyakit yang dapat menyebar luas. Sistem ini diharapkan dapat menjadi benteng pertahanan yang kuat dalam menghadapi berbagai risiko kesehatan, terutama penyakit menular yang seringkali datang secara tiba-tiba. Dengan adanya SKDR, Dinkes Kota Yogyakarta berupaya untuk selalu selangkah lebih maju dalam mengantisipasi dan menanggulangi masalah kesehatan.
Pengertian dan Fungsi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR)
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) adalah sebuah sistem yang dirancang untuk mendeteksi secara dini potensi terjadinya kejadian luar biasa (KLB) atau wabah penyakit menular. Sistem ini memungkinkan petugas kesehatan untuk segera mengambil tindakan pencegahan dan pengendalian, sehingga penyebaran penyakit dapat dicegah atau diminimalkan. SKDR merupakan tindak lanjut dari kebijakan nasional kewaspadaan dini penyakit yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Dengan adanya SKDR, diharapkan Kota Yogyakarta dapat lebih siap dalam menghadapi ancaman penyakit menular dan melindungi kesehatan masyarakatnya. Sistem ini juga dilengkapi dengan fitur alert atau peringatan dini yang akan muncul secara otomatis di aplikasi ketika jumlah kasus suatu penyakit melebihi ambang batas kewaspadaan.
Deteksi Dini Ancaman Penyakit Menular
SKDR berfungsi sebagai alat deteksi dini terhadap ancaman penyakit menular yang berpotensi menyebabkan KLB atau wabah di Kota Yogyakarta. Sistem ini bekerja dengan mengumpulkan dan menganalisis data dari berbagai sumber, seperti puskesmas dan rumah sakit. Data yang dikumpulkan mencakup informasi tentang gejala dan tanda-tanda penyakit menular yang dialami oleh pasien. Berdasarkan data tersebut, petugas kesehatan dapat mengidentifikasi potensi adanya KLB atau wabah dan segera mengambil tindakan yang diperlukan.
Respons Cepat Terhadap Peningkatan Kasus
Ketika sistem mendeteksi adanya peningkatan kasus penyakit menular yang melebihi ambang batas kewaspadaan, fitur alert akan aktif. Peringatan ini kemudian diverifikasi oleh tenaga medis untuk memastikan diagnosis. Setelah diagnosis dipastikan, tindakan respons cepat akan segera dilakukan, seperti penyelidikan epidemiologi dan pengendalian faktor risiko di lapangan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi sumber penularan dan mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut.
Sumber Data dan Kendala dalam Implementasi SKDR
Data SKDR bersumber dari kunjungan pasien di puskesmas dan rumah sakit yang direkam secara mingguan. Deteksi dilakukan berdasarkan gejala dan tanda pada kasus suspek (tersangka) penyakit menular yang diklasifikasikan melalui diagnosis ICDX oleh tenaga medis. Data ini menjadi dasar penting dalam memantau perkembangan penyakit menular di Kota Yogyakarta. Meskipun demikian, implementasi SKDR juga menghadapi sejumlah kendala di lapangan, terutama dalam pelacakan kasus pada wisatawan yang telah meninggalkan penginapan atau kasus kepulangan dari luar negeri yang sulit diidentifikasi domisilinya.
Pelacakan Kasus pada Wisatawan dan Warga dari Luar Negeri
Salah satu tantangan utama dalam implementasi SKDR adalah melacak kasus penyakit menular pada wisatawan yang berkunjung ke Kota Yogyakarta. Wisatawan seringkali hanya tinggal sementara waktu dan sulit dilacak setelah meninggalkan penginapan. Selain itu, kasus kepulangan dari luar negeri juga menjadi perhatian karena sulit untuk mengidentifikasi domisili mereka. Upaya pelacakan yang efektif sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit menular dari luar wilayah.
Jenis Penyakit Menular yang Menjadi Fokus Kewaspadaan
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menetapkan sebanyak 24 jenis penyakit menular yang menjadi fokus kewaspadaan karena berpotensi menimbulkan KLB. Beberapa di antaranya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD), Leptospirosis, Difteri, Campak, Pertusis, Hepatitis, COVID-19, Pneumonia, dan ISPA. Penyakit-penyakit ini dipilih karena memiliki potensi penyebaran yang tinggi dan dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat.
Mobilitas Penduduk dan Risiko Penyebaran Penyakit
Tingginya mobilitas pengunjung ke Kota Yogyakarta dari berbagai wilayah di Indonesia dan luar negeri menjadi faktor risiko penyebaran penyakit menular. Seorang pengunjung dengan penyakit menular berpotensi menularkan secara langsung atau tidak langsung kepada masyarakat di Kota Yogyakarta. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular harus ditingkatkan, terutama pada musim liburan atau saat terjadi peningkatan jumlah wisatawan.
Jejaring Kewaspadaan dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Faskes)
Untuk memperkuat implementasi SKDR, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta membangun jejaring kewaspadaan dengan fasilitas pelayanan kesehatan (faskes). Pada tahap pertama, jejaring ini melibatkan 18 puskesmas di seluruh Kota Yogyakarta. Selanjutnya, pada tahap kedua, jejaring ini diperluas dengan melibatkan 20 rumah sakit yang menjadi bagian dari sistem pelaporan dan analisis mingguan. Dengan adanya jejaring ini, diharapkan data yang diterima semakin lengkap dan tepat, sehingga identifikasi dan analisis faktor risiko penyakit akan semakin berkualitas.
Peran Fasilitas Kesehatan dalam Sistem Pelaporan
Seluruh fasilitas kesehatan diharapkan untuk membuat tren mingguan dari 24 penyakit potensial KLB. Data ini akan digunakan sebagai bahan analisis dan pengambilan keputusan cepat bila terjadi peningkatan kasus. Dengan demikian, fasilitas kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan implementasi SKDR.
Peran Masyarakat dalam Pencegahan Penyakit Menular
Penerapan SKDR tidak hanya meningkatkan kesiapsiagaan fasilitas kesehatan, tetapi juga mendorong perubahan perilaku masyarakat. Lingkungan yang bersih, daya tahan tubuh yang baik, dan perilaku hidup sehat akan sangat membantu dalam mencegah penularan penyakit. Masyarakat diharapkan untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga secara teratur, dan menerapkan perilaku hidup sehat lainnya. Dengan demikian, masyarakat dapat menjadi bagian dari upaya pencegahan penyakit menular di Kota Yogyakarta.