Mantan jenderal Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Yitzhak Brick, baru-baru ini menyampaikan pernyataan mengejutkan mengenai kemampuan Israel dalam menghadapi perlawanan Palestina. Pengakuan ini muncul setelah dua tahun agresi yang intens dan tuduhan genosida di Jalur Gaza. Brick, yang berbicara melalui surat kabar berbahasa Ibrani, Maariv, mengungkapkan bahwa Israel telah gagal mencapai tujuan strategisnya meskipun telah mengerahkan segala daya upaya. Pernyataan ini menjadi sorotan di tengah meningkatnya kekhawatiran internasional mengenai konflik yang berkepanjangan dan dampaknya terhadap warga sipil.
Brick menekankan bahwa tentara Israel telah kehabisan energi tanpa berhasil mematahkan semangat perlawanan Palestina. Ia juga menuduh para pemimpin Israel menyesatkan publik dengan klaim kemenangan yang sudah dekat, padahal kenyataannya, Israel justru terperosok dalam situasi yang mengancam keruntuhan internal. Kritik pedas ini menyoroti adanya perbedaan pandangan antara para pemimpin militer dan pemerintah Israel terkait strategi dan hasil yang dicapai dalam konflik tersebut. Pengakuan Brick ini menambah lapisan kompleksitas dalam dinamika konflik Israel-Palestina yang terus berlanjut.
Kegagalan Tujuan Strategis Israel
Yitzhak Brick secara tegas menyatakan bahwa Israel belum berhasil mencapai tujuan utamanya dalam agresi yang sedang berlangsung. Tujuan-tujuan tersebut mencakup penghancuran Hamas, pemulihan efek jera, dan pengamanan permukiman perbatasan di dekat Gaza. Kegagalan ini, menurut Brick, menunjukkan adanya kesalahan mendasar dalam strategi militer yang diterapkan. Ketidakmampuan mencapai target yang ditetapkan telah menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas operasi militer Israel dan dampaknya terhadap stabilitas regional. Selain itu, kegagalan ini memberikan gambaran bahwa konflik yang ada sulit diselesaikan melalui pendekatan militer semata.
Penghancuran Terowongan Hamas yang Tidak Signifikan
Lebih lanjut, Brick mengungkapkan bahwa tentara Israel hanya berhasil menghancurkan sekitar 20 persen dari jaringan terowongan Hamas. Angka ini jauh dari klaim yang sering digaungkan oleh pejabat Israel bahwa sebagian besar infrastruktur Hamas telah dilumpuhkan. Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa Hamas tetap memiliki kemampuan signifikan untuk melanjutkan perlawanan, meskipun telah menghadapi serangan yang intens selama bertahun-tahun. Keberadaan jaringan terowongan yang luas memungkinkan Hamas untuk bergerak secara tersembunyi, menyimpan senjata, dan melancarkan serangan secara tak terduga. Ini menunjukkan bahwa strategi Israel untuk menghancurkan infrastruktur Hamas belum sepenuhnya berhasil dan memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif.
Kekuatan Militer Hamas yang Diremehkan
Brick menentang penilaian yang mengklaim bahwa Hamas hampir kalah. Ia menegaskan bahwa kelompok perlawanan tersebut telah membangun kembali kemampuan militernya dan kini memiliki lebih dari 30.000 anggota. Hal ini menunjukkan bahwa Hamas tidak hanya bertahan, tetapi juga berhasil memperkuat posisinya meskipun telah mengalami kerugian besar. Kemampuan Hamas untuk merekrut anggota baru dan memperoleh senjata menunjukkan bahwa kelompok tersebut memiliki dukungan yang signifikan di kalangan masyarakat Palestina.
Kritik Terhadap Serangan Udara Israel
Mantan jenderal IDF ini juga mengkritik ketergantungan militer Israel pada serangan udara. Ia berpendapat bahwa mengandalkan kekuatan udara saja tidak dapat membawa kemenangan. Brick menekankan bahwa pasukan darat menderita karena kurangnya kesiapan dan organisasi. Selain itu, ia mengatakan bahwa perang saat ini dilancarkan tanpa rencana strategis yang jelas. Kritik ini menyoroti pentingnya strategi yang seimbang yang melibatkan pasukan darat dan udara, serta perencanaan yang matang untuk mencapai tujuan militer yang diinginkan. Ketergantungan berlebihan pada serangan udara dapat menyebabkan kerugian sipil yang tinggi dan merusak infrastruktur tanpa berhasil melumpuhkan kemampuan musuh secara efektif.
Dampak Agresi Israel Terhadap Warga Palestina
Brick menyoroti bahwa Israel meluncurkan agresi ke Palestina pada Oktober 2023, dan sejak saat itu terus menggempur warga dan objek sipil secara brutal. Akibat agresi Israel, lebih dari 67.000 warga Palestina, termasuk anak-anak, staf medis, dan jurnalis, tewas. Selain itu, ratusan ribu rumah dan fasilitas sipil juga hancur lebur. Angka-angka ini menunjukkan dampak kemanusiaan yang dahsyat dari konflik tersebut, serta kebutuhan mendesak untuk mengakhiri kekerasan dan memberikan bantuan kepada para korban. Situasi ini juga menyoroti perlunya pertanggungjawaban atas pelanggaran hukum internasional dan perlindungan terhadap warga sipil dalam konflik bersenjata.