Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim tengah menghadapi proses praperadilan terkait status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tim kuasa hukum Nadiem menghadirkan ahli hukum pidana dan hukum acara pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda. Kehadiran ahli ini bertujuan untuk memberikan pandangan terkait pentingnya audit kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh lembaga berwenang sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi. Pihak Nadiem berupaya meyakinkan hakim bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya tidak memenuhi prosedur hukum yang berlaku dan cacat secara administratif.
Audit Kerugian Negara dalam Kasus Dugaan Korupsi
Chairul Huda menekankan bahwa kerugian keuangan negara menjadi unsur penting dalam pembuktian tindak pidana korupsi, khususnya dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Namun, ia menegaskan bahwa sekadar adanya kerugian keuangan negara saja tidak serta merta membuktikan terjadinya korupsi.
"Ada kerugian keuangan negara saja belum tentu korupsi. Gedung pengadilan ini terbakar, merugikan negara, rugi. Tapi apakah karena korupsi? Jadi ada kerugian keuangan negara saja belum tentu. Makanya penting sekali adanya audit kan begitu, untuk menghubungkan antara kerugian tersebut dengan sebab-sebab yang melawan hukum mengenai hal itu," jelas Chairul Huda.
Pernyataan ini menggarisbawahi perlunya proses audit yang komprehensif untuk mengidentifikasi penyebab kerugian dan memastikan adanya unsur melawan hukum yang menjadi dasar penentuan adanya tindak pidana korupsi. Audit yang tepat dan kredibel menjadi fondasi penting dalam proses penegakan hukum terkait kasus korupsi.
Peran BPK dalam Audit Kerugian Keuangan Negara
Lebih lanjut, Chairul Huda menjelaskan bahwa pembuktian korupsi memerlukan hasil audit yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ia berpendapat bahwa audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saja tidak cukup.
"Kalau dikeluarkan oleh BPKP saja tanpa pengesahan BPK misalnya, itu adalah alat bukti tapi belum menjadi alat bukti yang sah," tegasnya.
Hal ini menekankan pentingnya peran BPK sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan konstitusional untuk melakukan audit pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Hasil audit BPK memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil audit lembaga lain.
Praperadilan sebagai Upaya Perlindungan HAM
Chairul Huda juga menyoroti fungsi praperadilan sebagai sarana perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM). Ia menjelaskan bahwa penetapan tersangka harus didahului dengan adanya dua alat bukti yang sah pada tahap penyidikan.
"Bahwa mencari dan menemukan bukti itu harus lebih dulu daripada menetapkan tersangka. Jadi menetapkan tersangka itu bagian dari menemukan tersangka," ujarnya.
Pernyataan ini menegaskan prinsip due process of law, yang mengharuskan aparat penegak hukum untuk mengumpulkan bukti yang cukup sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka. Penetapan tersangka tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang tanpa dasar bukti yang kuat.
Tujuan Penetapan Tersangka dalam Perspektif Hukum
Selain itu, Chairul Huda juga menyinggung soal tujuan penetapan tersangka. Ia menekankan bahwa penetapan tersangka harus murni dilakukan untuk penegakan hukum, bukan karena alasan politik.
"Yang pertama adalah soal tujuan, tujuan. Karena ini menjadi sangat penting apakah penetapan tersangka ini tujuannya murni untuk penegakan hukum atau politisasi hukum, karena cukup banyak orang ditetapkan tersangka itu karena alasan-alasan politik, bukan karena alasan hukum," ucap Chairul Huda.
Hal ini menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang dalam proses penetapan tersangka, di mana proses hukum dapat dipolitisasi untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar penegakan hukum itu sendiri. Independensi dan objektivitas aparat penegak hukum sangat penting untuk mencegah terjadinya politisasi hukum.
Pembuktian dalam Sidang Praperadilan
Chairul Huda juga menjelaskan bahwa beban pembuktian dalam sidang praperadilan ada pada pihak termohon, yaitu Kejaksaan Agung RI. Ia menilai tidak logis jika beban pembuktian dibebankan kepada pemohon, yaitu Nadiem Makarim. Argumentasi ini menekankan prinsip hukum yang berlaku dalam sistem peradilan pidana, di mana pihak yang mendakwa memiliki kewajiban untuk membuktikan dakwaannya. Pemohon praperadilan tidak memiliki kewajiban untuk membuktikan ketidakbersalahannya.
Sebelumnya, Nadiem Makarim telah mengajukan permohonan agar hakim membatalkan status tersangkanya dalam kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook. Pihak Nadiem berpendapat bahwa penetapan tersangka terhadap dirinya tidak memenuhi syarat formil dan materiil yang diatur dalam undang-undang. Salah satu poin yang disoroti adalah tidak adanya hasil audit kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh BPK pada saat penetapan tersangka.