Sidang praperadilan yang melibatkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook, menarik perhatian banyak pihak. Dukungan prosedural mengalir dari berbagai tokoh publik lintas profesi. Mereka tidak bertindak sebagai pembela pribadi, melainkan memberikan masukan hukum melalui mekanisme amicus curiae, yang berarti sahabat pengadilan. Langkah ini menjadi sorotan karena nama-nama yang terlibat dikenal memiliki rekam jejak panjang di bidang antikorupsi, hukum, dan masyarakat sipil. Kehadiran mereka menambah dimensi yang lebih luas pada praperadilan ini, menjadikannya bukan hanya persoalan individu, tetapi juga menyangkut standar hukum nasional.
Proses hukum ini menjadi penting karena akan menentukan apakah prosedur penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus Nadiem Makarim sah atau perlu dibatalkan. Kedua belah pihak memiliki argumentasi yang berbeda. Tim hukum Nadiem Makarim menilai ada cacat prosedur dalam penetapan tersangka, sementara Kejagung menyatakan penetapan sudah sesuai aturan yang berlaku.
Apa Itu Amicus Curiae?
Dalam dunia hukum, amicus curiae adalah pihak yang tidak terlibat langsung dalam suatu perkara, tetapi merasa memiliki kepentingan untuk memberikan pendapat hukum. Peran mereka adalah memberikan masukan kepada hakim terkait hal-hal penting yang perlu diperiksa dalam proses praperadilan, terutama mengenai sah atau tidaknya penetapan seseorang sebagai tersangka. Pendapat hukum yang diberikan oleh amicus curiae tidak hanya berlaku untuk kasus yang sedang berjalan, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya prosedur yang benar dalam semua kasus, demi tegaknya prinsip peradilan yang adil dalam penegakan hukum di Indonesia.
Amicus curiae bertujuan untuk membantu pengadilan dalam mengambil keputusan yang lebih baik dengan memberikan perspektif yang beragam. Keberadaan mereka memastikan bahwa hakim memiliki informasi yang lengkap dan pertimbangan yang matang sebelum membuat putusan. Mekanisme ini juga menjadi sarana bagi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam proses hukum dan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan hukum di Indonesia.
12 Tokoh Ajukan Diri Sebagai Amicus Curiae
Sebanyak 12 tokoh publik lintas profesi mengajukan diri sebagai amicus curiae dalam sidang praperadilan Nadiem Makarim. Tokoh-tokoh ini memiliki latar belakang yang beragam, mulai dari ahli hukum, aktivis antikorupsi, hingga tokoh masyarakat sipil. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa kasus ini tidak hanya menjadi perhatian individu, tetapi juga menjadi perhatian masyarakat luas yang peduli terhadap penegakan hukum yang adil dan transparan. Daftar lengkap nama-nama tokoh yang menjadi amicus curiae tidak disebutkan dalam artikel ini.
Partisipasi tokoh-tokoh ini dalam memberikan pendapat hukum menunjukkan komitmen mereka terhadap supremasi hukum dan keinginan untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan. Mereka berharap bahwa masukan yang mereka berikan dapat membantu hakim dalam mengambil keputusan yang tepat dan berkeadilan.
Mengapa Nadiem Makarim Jadi Tersangka?
Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Menurut Kejagung, Nadiem melanggar beberapa dasar hukum, termasuk Perpres 123/2020, Perpres 16/2018 yang diubah dengan Perpres 12/2021, serta Peraturan LKPP. Direktur Penyidikan Jampidsus menyebutkan potensi kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun dalam pengadaan Chromebook tahun 2019–2022. Namun, tim hukum Nadiem Makarim membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa penetapan tersangka cacat prosedur karena tidak ada audit resmi kerugian negara oleh BPK atau BPKP sebelum penetapan tersangka.
Kasus ini bermula dari pengadaan laptop Chromebook yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada periode kepemimpinan Nadiem Makarim. Kejagung menduga adanya penyimpangan dalam proses pengadaan yang menyebabkan kerugian negara. Namun, pihak Nadiem Makarim membantah tuduhan tersebut dan mengklaim bahwa pengadaan telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Reaksi Keluarga Nadiem Makarim
Keluarga Nadiem Makarim turut memberikan dukungan moral dalam menghadapi kasus ini. Ibunda Nadiem, Atika Algadri, mengungkapkan kesedihannya karena menurutnya sang anak selalu menjunjung tinggi nilai keadilan. Ayah Nadiem, Nono Anwar Makarim, berharap anaknya bisa bebas dari segala tuduhan karena yakin bahwa Nadiem adalah orang yang jujur. Dukungan dari keluarga menjadi sumber kekuatan bagi Nadiem Makarim dalam menghadapi proses hukum yang sedang berjalan.
Selain dukungan moral, keluarga juga aktif dalam mencari keadilan bagi Nadiem Makarim. Mereka berharap bahwa proses hukum akan berjalan dengan adil dan transparan, serta kebenaran akan terungkap. Keluarga juga mengapresiasi dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak, termasuk para tokoh publik yang mengajukan diri sebagai amicus curiae.
Klaim Cacat Prosedur dari Pihak Nadiem
Tim hukum Nadiem Makarim menilai penetapan tersangka oleh Kejagung cacat prosedur. Mereka menyoroti bahwa surat perintah penyidikan (sprindik) dan surat penetapan tersangka dikeluarkan pada hari yang sama, bahkan tanpa adanya audit resmi kerugian negara oleh BPK atau BPKP. Mereka berpendapat bahwa penetapan tersangka seharusnya didasarkan pada dua alat bukti permulaan yang cukup, termasuk bukti audit kerugian negara dari instansi yang berwenang.
Kubu Nadiem Makarim juga mempertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh Kejagung dalam menetapkan Nadiem sebagai tersangka. Mereka berpendapat bahwa peraturan yang dijadikan dasar hukum tidak relevan dengan kasus yang sedang berjalan. Selain itu, mereka juga menyoroti potensi kerugian negara yang belum terbukti secara pasti karena masih dalam proses penghitungan oleh BPKP. Klaim-klaim ini menjadi dasar bagi tim hukum Nadiem Makarim untuk mengajukan praperadilan dan meminta hakim untuk membatalkan penetapan tersangka.