SPBU swasta di Indonesia baru-baru ini membatalkan rencana pembelian bahan bakar minyak (BBM) dari Pertamina karena adanya kandungan etanol. Hal ini memicu diskusi tentang manfaat dan keamanan penggunaan etanol dalam bahan bakar, terutama jika dibandingkan dengan praktik di negara lain. Padahal, etanol sebagai campuran bahan bakar bukan lagi hal baru di dunia. Banyak negara telah lama menerapkan penggunaan etanol, bahkan dengan kadar yang jauh lebih tinggi dari yang dipermasalahkan di Indonesia. Lalu, mengapa SPBU swasta di Indonesia menolak bahan bakar dengan kandungan etanol yang relatif rendah? Apa sebenarnya manfaat etanol bagi lingkungan dan performa kendaraan? Artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang isu ini, dengan menghadirkan pandangan dari pakar terkait pemanfaatan etanol dalam bahan bakar minyak.
Alasan Pembatalan Pembelian BBM oleh SPBU Swasta
Keputusan SPBU swasta untuk membatalkan pembelian base fuel dari Pertamina bukan tanpa alasan. Menurut Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, keberatan utama terletak pada kandungan etanol dalam base fuel impor tersebut. Meskipun regulasi di Indonesia memperbolehkan kandungan etanol hingga 20 persen, base fuel yang ditawarkan Pertamina mengandung etanol sebesar 3,5 persen. Kandungan ini dianggap tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh beberapa SPBU swasta, seperti BP dan Vivo.
BP secara terbuka mengakui bahwa kargo BBM yang telah tiba di Tanjung Priok tidak sesuai dengan formulasi yang mereka gunakan saat ini. Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura, menjelaskan bahwa formulasi BBM BP saat ini belum mengandung etanol. Penolakan ini memunculkan pertanyaan tentang kesiapan SPBU swasta di Indonesia dalam menerima dan mendistribusikan BBM dengan campuran etanol, meskipun secara teknis dan regulasi diperbolehkan.
Pandangan Pakar tentang Penggunaan Etanol dalam BBM
Pusat Kajian Ketahanan Energi Untuk Pembangunan Berkelanjutan Universitas Indonesia (Puskep UI) memberikan pandangan yang berbeda terkait isu ini. Direktur Eksekutif Puskep UI, Ali Ahmudi, menyatakan bahwa penggunaan etanol dalam BBM adalah praktik yang lazim di berbagai negara, bahkan dengan kadar yang lebih tinggi. Di Eropa, Amerika, dan Australia, kandungan etanol dalam BBM berkisar antara 5 hingga 10 persen. Penggunaan etanol bukan hanya untuk kepentingan bisnis, tetapi juga untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi emisi karbon.
Ali Ahmudi juga mempertanyakan alasan penolakan SPBU swasta terhadap BBM dengan kandungan etanol 3,5 persen. Menurutnya, angka tersebut masih jauh di bawah standar yang umum digunakan di luar negeri dan aman untuk mesin kendaraan bermotor, terutama mesin-mesin terbaru yang dirancang lebih ramah lingkungan. Teknologi kendaraan keluaran tahun 2010 ke atas umumnya sudah adaptif dan dipersiapkan untuk menggunakan bahan bakar dengan campuran etanol.
Manfaat Etanol untuk Lingkungan dan Kendaraan
Penggunaan etanol sebagai campuran dalam BBM menawarkan sejumlah manfaat, baik bagi lingkungan maupun performa kendaraan. Salah satu manfaat utama adalah pengurangan emisi karbon. Etanol merupakan bahan bakar nabati yang dihasilkan dari tanaman, sehingga pembakarannya menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
Selain itu, etanol juga dapat meningkatkan octane number pada bahan bakar, yang dapat meningkatkan performa mesin dan efisiensi bahan bakar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan etanol dapat membantu membersihkan mesin dan mengurangi endapan karbon, sehingga memperpanjang umur mesin. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa penggunaan etanol juga memiliki potensi kekurangan, seperti penurunan nilai energi per volume dibandingkan dengan bensin murni dan potensi korosi pada beberapa komponen mesin yang tidak dirancang untuk menggunakan etanol.